Krisis Kejujuran Penyebab Utama Persoalan Hukum di Indonesia

Suasana kuliah perdana Program Pascasarjana Fakultas Hukum Unpad, Jumat (31/08) lalu. (Foto: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id., 31/08/2012] Banyaknya kasus-kasus pelanggaran hukum di Indonesia disebabkan oleh adanya penyimpangan peraturan hukum, baik oleh masyarakat maupun oleh penegaknya. Apabila dibiarkan terus menerus, maka fungsi hukum yang ada tidak lagi mampu menjaga ketertiban masyarakat melalui norma.

Suasana kuliah perdana Program Pascasarjana Fakultas Hukum Unpad, Jumat (31/08) lalu. (Foto: Tedi Yusup)

Hal tersebut dikemukakan oleh Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, dalam acara penerimaan mahasiswa baru Program Doktor Ilmu Hukum, Program Magister Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum (FH) Unpad angkatan 2012/2013, Jumat (31/08) di Aula Grha Sanusi Hardjadinata Kampus Unpad Bandung. Untuk tahun ini, program Pascasarjana FH Unpad menerima sebanyak 285 mahasiswa dengan rincian 118 orang Program Magister Ilmu Hukum, 143 orang Program Magister Kenotariatan, dan 24 orang Program Doktor Ilmu Hukum.

Di hadapan mahasiswa, Rektor mengingatkan salah satu inti dari penyebab berbagai persoalan hukum di Indonesia ialah adanya krisis kejujuran. “Berbagai persoalan yang di negeri ini intinya disebabkan oleh krisis kejujuran. Bahkan krisis kejujuran ini juga terjadi hingga tingkat aparatur negara,” ujar Rektor.

Rektor pun menambahkan, urusan kejujuran ini pada dasarnya terkait dengan aspek hukum. Hukum yang ada seharusnya mampu membuat manusia menjadi jujur. Belakangan timbul diskursus yang mempertanyakan, apakah hukum bisa menjadi semacam kisi-kisi untuk menegakkan kejujuran? Kenyataannya, saat ini kejujuran tidak dijadikan pedoman di dalam aktivitas bermasyarakat, bahkan di dalam pembentukan hukum sekalipun.

Ada asumsi yang salah ketika membuat sebuah aturan hukum. Menurut Rektor, kesalahan tersebut didasarkan pada pengasumsian bahwa semua orang jujur. Yang terjadi di lapangan. banyak sekali orang-orang yang tidak jujur. Apabila asumsi tersebut benar, maka produk hukum yang dihasilkan pun akan tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat.

“Jika asumsi tersebut benar, maka pertanyaannya adalah apakah produk hukum yang dihasilkan sudah sesuai dengan kepentingan masyarakat ataukah hanya sesuai kepentingan individu/ kelompok, atau bahkan kepentingan ‘titipan’?” papar Rektor.

Tentunya hal ini harus segera ditindaklanjuti agar produk hukum yang ada sesuai dengan kepentingan masyarakat Indonesia. Rektor berpesan bahwa perubahan tersebut sudah seharusnya dimulai oleh mahasiswa pascasarjana. Dengan berprinsip bahwa mahasiswa pascasarjana adalah seorang cendekiawan yang mengembangkan bidang ilmu bagi masyarakat secara keseluruhan serta berpedoman pada Bina Mulia Hukum Unpad, sudah barang tentu mahasiswa pascasarjana FH Unpad mampu menegakkan kembali hukum yang membentuk kejujuran bagi masyarakat.

“Mudah-mudahan ini menjadi bahan pertimbangan kita, sebab permasalahan di negeri ini akan bisa diselesaikan apabila kita mampu menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya, bahkan dari mulai proses pembentukan hukum itu sendiri,” pesan Rektor.*

Share this: