Prof. Denny Indrayana, “Upaya Memerangi Perdagangan Manusia Harus Libatkan Banyak Pihak”

Prof. Denny Indrayana, SH., LL.M., Ph.D., ketika menjadi pembicara kunci dalam International Symposium “Combating Human Trafficking”, di Bale Sawala Unpad, Rabu (25/09). (Foto: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id, 25/09/2012] Tak terpungkiri, era globalisasi tidak hanya berdampak positif bagi sebuah negara namun juga menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif. Salah satu dampak negatif dari munculnya sistem ini adalah maraknya human trafficking (perdagangan manusia), sebuah kegiatan bisnis ilegal yang mencederai rasa keadilan dan kemanusiaan. Diperlukan upaya berkesinambungan dan kerja sama dari semua unsur untuk mengatasi permasalahan perdagangan manusia ini.

Prof. Denny Indrayana, SH., LL.M., Ph.D., ketika menjadi pembicara kunci dalam International Symposium “Combating Human Trafficking”, di Bale Sawala Unpad, Rabu (25/09). (Foto: Tedi Yusup)

“Upaya memerangi perdagangan manusia ini harus melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, buruh migran itu sendiri, para penegak hukum, masyarakat sipil, media, serta negara transit dan negara tujuan migran,” ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) RI, Prof. Denny Indrayana, SH., LL.M., Ph.D., ketika menjadi pembicara kunci dalam International Symposium “Combating Human Trafficking” di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Selasa (25/09). Kegiatan ini sendiri merupakan rangkaian dari perayaan Dies Natalis ke-52 Fikom Unpad.

Lebih lanjut, Prof. Denny juga memaparkan data yang dilansir oleh International Organization for Migration (IOM) dan Non Governmental Organization (NGO) anti trafficking yang memperperkirakan 43% – 50% atau sekitar 3 – 4,5 juta tenaga kerja Indonesia menjadi korban perdagangan manusia. IOM dan pemerintah Indonesia juga melakukan identifikasi kepada 3.840 korban trafficking, 90% diantaranya adalah perempuan dan sebanyak 56% dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga. Di tahun 2012 IOM juga mengeluarkan data yang menyebutkan sebanyak 82% diperdagangkan di luar negeri dan sisanya di Indonesia.

Fakta tersebut menunjukan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengirim, negara tujuan, maupun negara transit perdagangan manusia dunia. Bahkan, United Nations Children’s Fund (UNICEF) memperkirakan 100 ribu perempuan dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya untuk eksploitasi seks komersial di Indonesia dan ke luar negeri. “Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar korban perdagangan manusia adalah wanita dan anak-anak,” tuturnya.

Berbagai upaya telah coba dilakukan oleh pemerintah, NGO, dan badan internasional untuk menemukan solusi  nyata dan tahan lama dalam mengatasi permasalahan perdagangan manusia di Indonesia. Salah satu program dalam mengatasi masalah ini adalah Empower, program yang didesain untuk mengutamakan kapasitas pemerintah dalam melindungi dan memberdayakan korban tindak pidana perdagangan manusia.

Perwakilan dari Monash University, Australia berfoto bersama dengan Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia (keempat dari kanan). (Foto: Tedi Yusup)

Upaya bilateral juga terus digalakkan pemerintah guna mengatasi masalah ini, seperti yang telah dilakukan dengan pemerintah Australia, Amerika Serikat, Malaysia, dan Saudi Arabia. Lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga telah membuktikan kesungguhan upaya pemerintah dalam menangani kasus-kasus perdagangan manusia.

Faktor kunci lainnya dalam mengatasi masalah perdagangan manusia ini adalah peran media. Media dapat menjadi alat yang efektif dalam membangun kepedulian masyarakat. Masyarakat harus mengerti dampak yang ditimbulkan dari perdagangan manusia untuk membantu menjalankan perannya mengatasi hal ini.

Penguatan masyarakat sipil dalam kasus ini juga menjadi unsur dasar yang sangat penting, karena bagaimanapun juga masyarakat sipil merupakan korban dari tindakan ini. Oleh karena itu, partisipasi warga sangat dibutuhkan guna memastikan kebijakan pemerintah dalam mengatasi perdagangan manusia sampai di tingkat implementasi lapangan.

Diakhir, Prof. Denny juga kembali mengingatkan bahwa permasalahan perdagangan manusia ini cukup kompleks. Oleh karena itu perlu perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua elemen bangsa dalam mengatasinya. “Keep on Fighting for the Better Indonesia, Keep on Fighting for the better World, the World without Human Trafficking,” tutupnya.

Selain Prof. Denny, simposium ini juga diisi pemateri dari Monash University, Australia yang terdiri dari Prof. John Arnold, Prof. Susan Kneebone, Prof. Jude McCulloch, Prof. Greg Barton, dan lainnya. Dari Unpad sendiri menghadirkan beberapa pemateri diantaranya Prof. Dede Mariana, Dr. Suwandi Sumartias, Irvan Arrifandi, MA., Ph.D., Dr. Atwar Bajari, Prof. Yanyan Mochamad Yani, dan Diana Sari, MA., Ph.D. Pemangku kepentingan lainnya dalam permasalahan human trafficking ini juga didatangkan untuk menjadi pembicara pada kesempatan tersebut.*

Laporan oleh: Indra Nugraha/mar

 

Share this: