[Unpad.ac.id, 12/11/2012] Globalisasi telah mendobrak batas ruang dan waktu antar negara di seluruh dunia. Namun, munculnya era tersebut tak serta merta dibarengi pula oleh lancarnya komunikasi antar tiap negara. Perbedaan bahasa menjadi faktor utama terhambatnya komunikasi. Oleh karena itu dibutuhkan peran seorang penerjemah untuk menjadi jembatan penghubung komunikasi bahasa tersebut.

Logo Unpad *

Meita L. Sujatna, Wakil Ketua Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) Komisariat Daerah (Komda) Jawa Barat menjelaskan bahwa penerjemahan merupakan penyampaian isi pesan sebenarnya dari bahasa sumber kepada bahasa sasaran. Ia juga mengingatkan bahwa tugas seorang penerjemah tak hanya sebagai pengganti teks tetapi juga penyampai informasi ke dalam bahasa sasaran yang paling sesuai.

“Penerjemahan bukan hanya  sekadar menggantikan teks, melainkan tindak komunikasi yang tidak sekadar kumpulan kata atau kalimat,” jelasnya ketika menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Penerjemahan yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan Volksfest 2012 yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Sastra Jerman Unpad di Bale Rumawat, kampus Unpad Dipati Ukur, Sabtu (10/11).

Lebih jauh ia juga menjelaskan tentang peran penerjemah saat ini yang memiliki peran cukup strategis di berbagai macam sektor pekerjaan. Ia juga sangat mensyukuri bahwa di Indonesia penerjemah telah diakui sebagai sebuah jabatan fungsional. Selain itu, penerjemah sendiri semakin diakui dengan hadirnya Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.02/2011 tentang Standar Biaya Tahun 2012 yang mengatur Satuan Biaya Penerjemahan dan Pengetikan (Lampiran II halaman 4 butir 14).

Namun, ia juga sangat menyayangkan posisi penerjemah di Indonesia yang masih disetarakan dengan seorang juru ketik. “Penerjemah itu jelas bukan juru ketik karena menerjemahkan bukan mengetik, mengetik hasil terjemahan iya. Jadi sangat berbeda. Kalau menerjemahkan harus penerjemah bukan juru ketik,” tegasnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama hadir juga pembicara lainnya Lani Utoyo, Ketua HPI Komda Jabar. Dalam paparannya, ia menjelaskan mengenai profesi penerjemah yang saat ini sangat menjanjikan di Indonesia. Penerjemah menurutnya terbagi menjadi dua yaitu dalam bentuk tulisan maupun lisan/interpreter.

Kedua jenis penerjemah tersebut saat ini banyak mengisi berbagai macam sektor pekerjaan seperti perusahaan pertambangan, perusahaan migas, perbankan, kantor akuntan, perusahaan manufaktur, perwakilan badan dunia, kedutaan besar, maupun penerbit buku.

Berdasarkan penghasilan, profesi ini sendiri menurutnya cukup dapat mendulang banyak rupiah. Seperti beberapa data yang ia tunjukan dimana seorang penerjemah di sektor migas dengan gelar sarjana dapat bergaji hingga Rp 21 Juta per bulan, pendidikan S2 dapat mencapai Rp 28 Juta per bulan, dan seorang yang bergelar doktor hingga mencapai Rp  39 Juta per bulan.

Pendapatan tersebut dapat diraih oleh seorang pegawai tetap sebuah perusahaan. Beda lagi apabila penerjemah itu merupakan seorang penerjemah lepas yang tidak terikat pada sebuah perusahaan. Terjemahan yang ia lakukan dapat dihargai berdasarkan karakter dari tulisan hasil terjemahan tersebut.

Bagi Lani yang kini menjadi seorang penerjemah lepas, pekerjaan ini merupakan salah satu pekerjaan yang selalu dapat menghasilkan walaupun di umur yang tak muda lagi. ”Selama Anda masih kuat, kerja saja deh. Jadi tidak ada kata pensiunnya,” ujarnya.

Selain Lani dan Meita dari HPI Komda Jabar, dalam kesempatan tersebut hadir pula pembicara lainnya diantaranya Rasus Budhiyono, interpreter sekaligus dosen Sastra Inggris Unpad, serta Tayasmen Kaka, Penerjemah Tersumpah dari Kedutaan Besar Jerman. *

Laporan oleh: Indra Nugraha / eh *

Share this: