Potensi dan Penerimaan Pajak Harus Digarap Optimal

Amri Zaman, Drs., Ak., MPAc., ketika menjadi pembicara kunci dalam “Studium Generale dan Diskusi Panel Road Map Strategi Perpajakan yang Amanah dan Berkeadilan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia” yang di Ruang Serba Guna Rektorat Unpad Lt 4, kampus Unpad Dipati Ukur, Sabtu (15/12). (Foto: Dadan T)

[Unpad.ac.id, 15/12/2012] Pajak memiliki sumbangsih besar dalam pembangunan negara ini. 70 % lebih sumber Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara kita bersumber dari pajak. Oleh karena itu segala macam potensi pajak dan penerimaan pajak harus digarap secara optimal oleh lembaga otoritas pajak yang mumpuni.

Amri Zaman, Drs., Ak., MPAc., ketika menjadi pembicara kunci dalam “Studium Generale dan Diskusi Panel Road Map Strategi Perpajakan yang Amanah dan Berkeadilan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia” yang di Ruang Serba Guna Rektorat Unpad Lt 4, kampus Unpad Dipati Ukur, Sabtu (15/12). (Foto: Dadan T)

“Penerimaan pajak akan optimal hanya apabila otoritas pajak memiliki kemampuan untuk merealisasikan potensi yang tersedia,” tutur Amri Zaman, Drs., Ak., MPAc., selaku mantan Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ketika menjadi pembicara kunci dalam “Studium Generale dan Diskusi Panel Road Map Strategi Perpajakan yang Amanah dan Berkeadilan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia” yang diselenggarakan oleh Tax Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad di  Ruang Serba Guna Rektorat Unpad Lt 4, kampus Unpad Dipati Ukur, Sabtu (15/12).

Lebih lanjut, ia juga menuturkan apabila penerimaan pajak kita tidak optimal maka itu akan berpengaruh sangat besar terhadap kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena berkurangnya penerimaan negara yang berasal dari pajak untuk memenuhi kemampuan fiskal pemerintah dalam pembiayaan pembangunan.

Menurutnya, salah satu kunci keberhasilan sistem perpajakan di negara manapun adalah ketersediaan data yang valid dan lengkap baik data eksternal maupun data internal. Namun data itu sangat sulit dimiliki oleh DJP sebagai lembaga yang memiliki otoritas dalam perpajakan.

Sebagai contoh, meskipun pasal 35A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sudah memberikan kewenangan kepada DJP untuk mengakses data pihak ketiga, namun akses tersebut masih sangat terbatas. “Kewenangan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk mengakses data pihak ketiga paling utama, yaitu perbankan,” jelasnya.

Oleh karena itu ia juga menyarankan perlunya perubahan UU KUP yang secara eksplisit memberikan kewenangan kepada DJP untuk meniadakan kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan. Sebagai contoh di negara lain, otoritas pajak diberikan kemudahan untuk mengakses data perbankan namun dengan catatan harus melalui protokol tertentu.

Kebijakan tersebut juga sesungguhnya berlaku di Indonesia, dimana DJP diperkenankan untuk membuka rekening nasabah untuk kasus-kasus tertentu sebagai bahan untuk penagihan dan penyidikan. Tetapi, hal tersebut harus melewati prosedur yang cukup panjang dan rata-rata membutuhkan waktu 1 tahun.

Diakuinya, besarnya peran DJP dalam penerimaan pajak sangat tergantung pula dari peran stakeholder lainnya. DJP tak bisa dibiarkan berjalan sendiri untuk mengurus perpajakan yang luar biasa sangat besar ini. “Jika tax ratio itu mau ditingkatkan, maka dukungan politik dari petinggi-petinggi negara mutlak harus dilakukan,” pungkasnya.

Acara yang ditujukan untuk mengapresiasi pengabdian profesional Amri Zaman di perpajakan ini juga menghadirkan diskusi panel. Dalam diskusi panel tersebut hadir sebagai pembicara Prof. Dr. H. Moh. Zain, SE., Ak., CPA., selaku Guru Besar Luar Biasa FEB Unpad, Dr. Edi Slamet Iriyanto, SE. Ak., selaku Kakanwil DJP Provinsi Riau dan Bangka Belitung, serta H. Ecky Awal Mucharam, SE., Ak., selaku anggota DPR RI Komisi XI.*

Laporan oleh: Indra Nugraha/mar

Share this: