RUU Keamanan Nasional Perlu Dikaji Lebih Dalam

[Unpad.ac.id, 17/12/2012] Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) saat ini banyak mengundang kontroversi dari berbagai pihak. Sampai saat ini, pembahasan RUU tersebut tengah dibahas oleh DPR melalui Pansus RUU Kamnas. Nyatanya, pembahasan tersebut sempat molor karena banyak pihak dan fraksi yang menyatakan RUU Kamnas dinilai perlu ada pendalaman kajian.

Logo Unpad *

“Sebenarnya, UU Kamnas ini sendiri penting untuk sistem keamanan nasional yang bersifat global,” ujar Andi Widjajanto, Ph.D., pakar militer dan Dosen FISIP Universitas Indonesia saat menjadi pembicara pada Seminar “Menakar Kepentingan Nasional Melalui RUU Keamanan Nasional” yang digelar oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad bekerja sama dengan Indonesia Center for Democracy, Diplomacy, and Defense (IC3D), Senin (17/12) di Ruang Serba Guna Lantai 4 Gedung 2 Unpad, Jln.  Dipati Ukur, Bandung.

Menurutnya, ancaman terhadap stabilitas keamanan negara tidak hanya diakibatkan oleh ancaman militer, tapi juga ancaman nonmiliter. Untuk itu, sistem keamanan nasional berusaha mengombinasikan beberapa subsistem, yakni sistem keamanan rakyat semesta (siskamrata) dan sistem pertahanan rakyat semesta (sishanrata). Dua konstruksi sistem tersebut merupakan sistem yang akan dibentuk dalam RUU Kamnas.

“Pemerintah melalui RUU ini ingin menghadirkan satu sistem yang terintegrasi yang tidak hanya ditangani dengan satu aktor saja (TNI, dll) tapi juga aktor lain dengan menghadirkan Dewan Keamanan Nasional (DKN),” ungkap Andi.

Terkait dengan ancaman yang bersifat nonmiliter, pakar Pancasila, Dr. HC. As’ad Ali, dalam RUU Kamnas dibahas mengenai Human Security terkait pangan, ekonomi, dan kesehatan nasional. Dulu, persoalan persepsi mengenai keamanan terbagi menjadi dua, yaitu pertahanan keamanan dan keamanan nasional. Saat ini, Indonesia sendiri tengah dihadapkan pada arus globalisasi, sehingga ada ketakutan masalah keamanan di Indonesia akan dipengaruhi oleh campur tangan pihak asing. “Dalam RUU Kamnas sebenarnya sudah disebutkan mengenai Human Security, namun RUU tersebut masih belum jelas rinciannya,” jelas As’ad.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unpad, Dr. Indra Perwira, S.H., M.H., menolak gagasan mengenai RUU Kamnas ini. Menurutnya, definisi hukum dan keamanan itu sendiri harus diperjelas terlebih dahulu. Dalam UUD 1945, landasan mengenai keamanan sendiri tidak ada, yang ada hanya pembahasan mengenai bela negara di dalam Pasal 30.

“Sistem pertahanan negara bukan  militer saja yang memegang, tetapi sipil juga harus diikutkan. Jangan bicara masalah keamanan kalau masyarakat tidak memiliki sense tentang hal tersebut,” ujar Indra.

Ia pun lebih menekankan untuk membuat RUU Bela Negara, yang mewajibkan generasi muda (pelajar dan mahasiswa) masuk dalam program Wajib Militer. Dengan program wajib militer tersebut dapat membentuk karakteristik jiwa generasi muda yang telah dilatih mentalnya melalui pelatihan militer. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai “pasukan cadangan” dari pasukan militer yang sewaktu-waktu dapat diterjunkan untuk mengatur keamanan nasional. “Kalau tanpa adanya pelatihan bela negara, rakyat akan susah bertindak sesuai dengan siskamrata dan sishanrata,” tegasnya.

Kontroversi tersebut pada dasarnya penting sebagai sumbangsih dari pembahasan RUU Kamnas. Menurut Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad, Dr. Fransiscus Van Yist, pada dasarnya banyak kritik dan pemikiran tersebut dapat dijadikan sebagai amending process dari pembahasan RUU Kamnas. “Rakyat pun menjadi bagian dalam menjaga hankam di dalam RUU Kamnas, sebab pada dasarnya faktor alam pun menjadi salah satu ancaman dalam sistem pertahanan dan keamanan nasional,” ungkapnya.*

Laporan oleh Arief Maulana/mar

Share this: