Jawa Barat Penyumbang Terbesar Angka Kematian Bayi di Indonesia

Seminar Nasional “Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Neonatus Melalui Implementasi Developmental Care” di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Prof. Eyckman No. 38, Bandung, Kamis (10/06). (Foto: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 10/10/2013] Salah satu tujuan Millenium Development Goal’s (MDG’s) adalah menurunkan angka kematian bayi dan anak. Saat ini, Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang berkontribusi besar terhadap tingginya Angka Kematian Bayi di Indonesia.  Menurut data  Laporan Program Kesehatan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 – 2012, jumlah kematian neonatus yang dilaporkan di Jawa Barat mencapai angka 3.624 dan kematian bayi mencapai 4.650.

Seminar Nasional “Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Neonatus Melalui Implementasi Developmental Care” di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Prof. Eyckman No. 38, Bandung, Kamis (10/06). (Foto: Tedi Yusup)*

“Jawa Barat menjadi penyumbang terbesar kematian bayi di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk di Jawa Barat juga besar. Untuk itu, penyelesaian masalah kematian bayi di Jawa Barat nantinya akan sangat berdampak di tingkat nasional,” tutur Direktur Jenderal Bina Gizi & KIA Kementerian Kesehatan RI, Jane Soepardi, saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional “Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Neonatus Melalui Implementasi Developmental Care” di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Prof. Eyckman No. 38, Bandung, Kamis (10/06).

Seminar Nasional ini digelar dalam rangka Dies ke-19 Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad.  Acara ini dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerja Sama Unpad, Dr. med. Setiawan, dr. dan dihadiri oleh ratusan peserta dari tenaga kesehatan dan mahasiswa kesehatan se-Indonesia.

Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 kematian/1000 kelahiran hidup.

Dr. med. Setiawan, dr
Jane Soepardi
dr. Rr. Endang, ND, MPH

Jane mengungkapkan, untuk mengurangi jumlah kematian neonatal, perlu adanya intervensi dari tingkat masyarakat, tingkat pelayanan dasar, dan tingkat rujukan. Di tingkat masyarakat misalnya dengan perawatan neonatal di rumah, ASI ekskulsif, dan penggunaan buku KIA. Dalam hal ini, tentu perlu adanya pendampingan atau instruksi khusus dari tenaga medis.

Di tingkat pelayanan dasar yaitu dengan adanya persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan neonatal esensial, kunjungan neonatus sebanyak minimal 3 kali, dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Sementara di tingkat rujuan,  dengan adanya Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan NICU(Neonatal Intensive Care Unit).

Upaya inovatif yang saat ini dilakukan pemerintah adalah dengan adanya program Jaminan Persalinan (Jampersal), pendampingan tata kelola klinis dan penguatan rujukan, program Sister Hospital, serta pendampingan untuk meningkatkan kompetensi dokter, bidan, dan perawat.

Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dr. Rr. Endang, ND, MPH mengungkapkan bahwa angka kematian bayi tinggi terutama disebabkan karena asfiksia, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), infeksi, diare, dan pneuminia. Untuk itu, saat ini perlu adanya program akselerasi  penurunan AKB/AKBAL dan program peningkatan kualitas hidup anak.

Menurut dr. Endang, saat ini akses masyarakat ke fasilitas kesehatan sudah membaik, namun kualitas pelayanan kesehatan kesehatan belum optimal. Selain itu, tantangan yang saat ini dihadapi adalah terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM, rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak, serta kurangnya kompetensi dan kepatuhan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. *

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh *

Share this: