Jika Lebih Kreatif, Pasar Musik Pop Sunda Bisa Lebih Berkembang

Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, saat memaparkan materi di workshop "Menuju Musik Pop Sunda yang Kreatif, Berkualitas dan Profesional” pada Kamis (21/11) di Hotel Banana Inn, Bandung. (Foto oleh: Arief Maulana)*

[Unpad.ac.id, 21/11/2013] Musik Pop Sunda merupakan salah satu produk kesenian Sunda. Sampai saat ini, masih banyak orang yang mendengar dan mendendangkan lagu pop berbahasa Sunda. Meskipun begitu, jenis musik tersebut belum dapat bersaing khususnya dengan musik populer Indonesia.

Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, saat memaparkan materi di workshop "Menuju Musik Pop Sunda yang Kreatif, Berkualitas dan Profesional” pada Kamis (21/11) di Hotel Banana Inn, Bandung. (Foto oleh: Arief Maulana)*
Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, saat memaparkan materi di workshop “Menuju Musik Pop Sunda yang Kreatif, Berkualitas dan Profesional” pada Kamis (21/11) di Hotel Banana Inn, Bandung. (Foto oleh: Arief Maulana)*

Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, mengatakan ada beberapa hal mengapa musik pop Sunda belum dapat bersaing. Menurutnya, musik pop Sunda dari waktu ke waktu memiliki keseragaman aspek musikalitas, sehingga lagu pop Sunda terkesan itu-itu saja.

“Ciri lagu pop Sunda itu yaitu liriknya mudah dicerna dan aspek melodinya mudah dipelajari. Untuk aspek melodi inilah kelihatannya di hampir semua musik-musik pop sunda memiliki kontur melodi yang hampir sama,” ujar Rektor dalam acara “Workshop Menuju Musik Pop Sunda yang Kreatif, Berkualitas dan Profesional”, Kamis (21/11) di Hotel Banana Inn, Bandung.

Padahal, lagu pop Sunda sendiri sudah lama akrab di mata masyarakat Sunda. Rektor mengindikasikan, lagu “Panon Hideung” karya Ismail Marzuki yang dibuat pada tahun 1936 disinyalir tonggak pertama lagu pop Sunda, meskipun melodi lagu tersebut diadaptasi dari lagu berbahasa Rusia.

“Kita pindah lagi ke era 1960-an ketika Band Nada Kencana, termasuk di dalamnya penyanyi Upit Sarimanah membuat banyak lagu pop Sunda, seperti Trang trang Kolentrang,Tongtolang Nangka, tapi secara keseluruhan lagu-lagu tersebut tingkatan musikalitasnya sama,” jelas Rektor.

Dari aspek rumpaka (lirik), sebenarnya banyak rumpaka dalam lagu pop Sunda yang relatif bagus. Sajak-sajak beberapa penyair Sunda seperti Godi Suwarna pun banyak yang dimusikalisasikan. Namun, rumpaka tersebut seketika terdengar menjadi lagu pop Sunda biasa karena aspek musikalitasnya yang cenderung sama.

Oleh karena itu, dalam workshop yang dihadiri oleh pengamat, pencipta, bahkan produser lagu pop Sunda, Rektor pun mengajak untuk meningkatkan kreativitas di dalam menciptakan lagu pop Sunda, salah satunya yaitu mengembangkan aspek musikalitas sehingga tidak lagi cenderung sama.

“Kalau kita dapat mengembangkan lagu pop Sunda, kita juga dapat mengembangkan pasarnya,” jelas Rektor.

Selain itu, aspek lain yang mesti ditekankan adalah Hak Kekayaan Intelektual. Menurut Rektor, kreativitas tersebut akan tercapai apabila para senimannya merasa aman produk-produknya itu dijamin oleh HAKI, sehingga tidak terjadi aspek pembajakan.

“Intinya, kerativitas lagu pop Sunda itu harus dibangun melalui meningkatkan kualitas, dukungan promosi, penjaminan HAKI, dan yang terakhir adalah jiwa idealisme,” pungkas Rektor.

Workshop tersebut digelar oleh Unpad bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan Ikatan Alumni Unpad. Selain Rektor, workshop ini juga menghadirkan Yan Ahimsa (Musisi Pop Sunda), Dr. Bucky Wikagoe, MSi (Akademisi), Dose Hudaya,SH,MH (Produser/Industri Musik Pop Sunda), Adjie S Saputra (Pengamat Musik Pop Sunda).*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh *

Share this: