Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, saat memberikan kuliah umum “Perpajakan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN” di Bale Sawala Unpad, Jatinangor, Selasa (7/03). (Foto oleh: Arief Maulana)*

[Unpad.ac.id, 17/03/2015] Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo mengatakan penerimaan pajak di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN, seperti Singapura dan Thailand. Hal ini salah satunya disebabkan banyak perusahaan yang menghindar membayar pajak.

Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, saat memberikan kuliah umum “Perpajakan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN” di Bale Sawala Unpad, Jatinangor, Selasa (7/03). (Foto oleh: Arief Maulana)*
Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, saat memberikan kuliah umum “Perpajakan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN” di Bale Sawala Unpad, Jatinangor, Selasa (7/03). (Foto oleh: Arief Maulana)*

“Persoalan menghindari pajak ini yang sering mendera di negara berkembang seperti Indonesia,” ujar Prastowo saat memberikan kuliah umum berjudul “Perpajakan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN” di hadapan mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unpad, Selasa (17/03) di Bale Sawala Unpad Kampus Jatinangor.

Prastowo menyebut dari total pendapatan pajak negara, penerimaan pajak dari pihak sipil sebesar Rp 150 triliun. Sementara penerimaan pajak dari pihak pengusaha hanya sebesar Rp 5 triliun saja. Padahal sebagai negara dengan jumlah populasi besar, pendapatan pajak merupakan sumber pendapatan utama.

“Kebanyakan pengusaha ‘melarikan’ uangnya ke luar negeri, seperti Singapura. Data menunjukkan, sekitar Rp 3.500 triliun uang orang Indonesia yang disimpan di Singapura supaya tidak dipajaki,” tutur Prastowo.

Sayangnya, Indonesia tidak memiliki akses mengetahui rekening penduduknya di Singapura karena belum adanya hukum yang mengikat. Kondisi ini menyebabkan Singapura sebagai salah satu negara “tax haven” bagi para penghindar pajak.

Lebih lanjut Ahli Kebijakan Pajak ini mengungkapkan Indonesia menjadi negara ke-9 dunia sekaligus negara pertama di ASEAN dengan jumlah aset keuangan di Negara Tax Haven berdasarkan sumber dari Tax Justice Network. Sementara jumlah dana yang tersimpan mencapai 331 Miliar US Dollar.

Belum adanya aturan hukum internasional yang jelas menjadi faktor banyak penghindar pajak melarikan uangnya. Kondisi ini tentunya menjadi hal yang harus dipertimbangkan Pemerintah mengingat Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2014.

Dengan demikian, Indonesia dihadapkan pada tantangan menghadapi MEA, salah satunya yaitu membangun model of tax cooperation melalui hubungan bilateral. Unilateral, dan multilateral. Termasuk diantaranya adalah membangun model tersebut dengan negara-negara tax haven di ASEAN.

“Ini juga harus dipersiapkan diplomat-diplomat yang mengerti tentang perpajakan. Kalau tidak, bagaimana bisa bersaing di MEA?” kata Prastowo.*

Laporan oleh: Arief Maulana/ eh

Share this: