Ferry Mursyidan, “Manusia Memiliki Hubungan Emosional dengan Tanah, Penggusuran Merupakan Bencana”

Menteri Agraria dan Tata Ruang RI sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Drs. Ferry Mursyidan Baldan, saat mengisi kuliah umum “Kebijakan Agraria dan Penataan Ruang di Indonesia Sekarang Ini dan di Masa yang Akan Datang” di Bale Sawala Unpad Kampus Jatinangor, Kamis (21/05). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 21/05/2015] Inti dari kebijakan tentang agraria dan tata ruang adalah bagaimana membangun keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tanah menjadi salah satu perangkat untuk membangun ruang keadilan tersebut.

Menteri Agraria dan Tata Ruang RI sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Drs. Ferry Mursyidan Baldan, saat mengisi kuliah umum “Kebijakan Agraria dan Penataan Ruang di Indonesia Sekarang Ini dan di Masa yang Akan Datang” di Bale Sawala Unpad Kampus Jatinangor, Kamis (21/05). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Menteri Agraria dan Tata Ruang RI sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Drs. Ferry Mursyidan Baldan, saat mengisi kuliah umum “Kebijakan Agraria dan Penataan Ruang di Indonesia Sekarang Ini dan di Masa yang Akan Datang” di Bale Sawala Unpad Kampus Jatinangor, Kamis (21/05). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Hal tersebut dikatakan Menteri Agraria dan Tata Ruang RI sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Drs. Ferry Mursyidan Baldan, saat mengisi kuliah umum “Kebijakan Agraria dan Penataan Ruang di Indonesia Sekarang Ini dan di Masa yang Akan Datang” di Bale Sawala Unpad Kampus Jatinangor, Kamis (21/05).

Kuliah umum ini digelar oleh Program Studi dan Ikatan Alumni Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad. Dibuka oleh Rektor Unpad, Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad, dr., kuliah umum ini juga dihadiri oleh Asisten I Gubernur Jawa Barat, Achdiat Suparman.

Menurut Ferry, keadilan juga dapat terbangun apabila pola tata ruang wilayah dapat terbangun dengan baik. Kenyataannya, pola tata ruang wilayah saat ini tidak dirancang dengan baik sehingga menimbulkan berbagai macam permasalahan. Ia berkeyakinan kesalahan pola tata ruang itu dapat menyebabkan tidak terbangunnya kohesivitas sosial masyarakat di kawasan tersebut.

Kondisi ini juga diperparah dengan eksploitasi sumber daya alam yang tidak sistematis dan sporadis. Menurut Ferry, pimpinan daerah semestinya dapat memahami dengan baik potensi wilayahnya sehingga dapat menentukan apakah layak dilakukan eksploitasi atau belum.

“Tata ruang itu harusnya dimulai dari top down. Desainnya itu harus sentralisasi,” ujar alumni FISIP Unpad tersebut.

Ferry pun menyoroti banyaknya kasus konflik tanah yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, saat ini konflik tanah terjadi bukan hanya masyarakat dengan pengusaha atau pemerintah. Konflik bisa terjadi antar sesama saudara dalam satu keluarga.

“Masyarakat selalu kalah, karena biasanya permasalahan konflik selalu diselesaikan dengan cara yang tidak baik,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya semakin giat melakukan reformasi agraria. Hal ini ia tunjukkan dengan reformasi pelayanan publik di BPN. Mediasi merupakan langkah yang selalu dilakukan BPN untuk menyelesaikan laporan pengaduan konflik tanah oleh masyarakat.

“Kita selalu memandang tanah memiliki hubungan yang emosional dengan manusia sehingga kita tidak bisa memandang tanah sebagai hal yang terpisah dari kejiwaan. Penggusuran menjadi bencana kalau kita tidak mengetahuinya,” papar Ferry.

Hal ini juga didasarkan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Filosofi UU tersebut menurut Ferry adalah untuk mengakui sekaligus menghargai kepemilikan lahan oleh masyarakat.

“Marilah kita melihat bagaimana kebijakan agraria dan tata ruang adalah untuk mendorong kemanfaatan dan kegunaan lahan bagi masyarakat banyak,” tutup Ferry.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: