Mudik Perlu Dilestarikan, Keuntungan Sosialnya Lebih Besar daripada Biaya Sosial

Para narasumber Unpad Merespons bertema "Mudik, Antara Tradisi dan Kekinian" di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Kamis (30/06). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 30/06/2016] Dalam fenomena mudik, terjadi pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan menyebar hingga pedesaan, dimana terjadi peningkatan permintaan masyarakat untuk barang dan jasa. Meski mendatangkan inflasi, social benefit yang timbul akibat mudik jauh lebih besar daripada social cost dari inflasi itu sendiri.

Para narasumber Unpad Merespons bertema "Mudik, Antara Tradisi dan Kekinian" di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Kamis (30/06). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Para narasumber Unpad Merespons bertema “Mudik, Antara Tradisi dan Kekinian” di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Kamis (30/06). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

“Mudik itu harus dilestarikan dengan manajemen yang lebih baik, karena aspek social benefit-nya lebih besar daripada kalau kita hanya melihat social cost dari inflasi,” kata Dosen Ekonomi Prmbangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad, Dr. Ferry Hadiyanto, SE., MA dalam acara Unpad Merespons bertema “Mudik, Antara Tradisi dan Kekinian” di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Kamis (30/06).

Dari perspektif ekonomi, Dr. Ferry pun mengatakan bahwa mudik sebagai bagian dari expose kemakmuran masyarakat. Hal tersebut terjadi dimana pemudik berupaya untuk menunjukan peningkatan kemakmuran kepada keluarganya di kampung halaman, seperti membawa kendaraan, banyak uang, atau gadget terbaru. Dengan semakin meningkatnya jumlah pemudik, hal ini pun dapat mengecilkan angka kemiskinan.

“Di proses mudiknya itu memang tidak jual kemiskinan, itu jual kemakmuran ,” ujar Dr, Ferry.

Pembicara lain, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Unpad, Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum mengatakan bahwa di Indonesia, mudik adalah budaya dan kebutuhan manusia. Tradisi mudik sendiri ada karena keluarga yang telah menciptakan kultur berdasarkan pada tiga aspek, yaitu biologis, mental, dan pergaulan.

“Mudik, disamping kultur, tetapi juga memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dengan adanya mudik, aktualisasi diri seorang pengusaha sukses diluar, kembali ke kampung halaman dengan begitu bangganya, dan mendapat apresiasi dari masyarakat setempat, itu akan sangat membesarkan hati, memperpanjang umur barangkali,” ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Elly Malihah, M.Si mengatakan bahwa mudik merupakan modal sosial. “Mudik dengan segala dinamikanya menyimpan potensi yang bila dikelola dengan baik dapat menjadi modal sosial untuk membangun masyarakat di tengah gejolak modernitas,” katanya.

Hal tersebut terjadi karena mudik sudah menjadi tradisi yang mengakar pada masyarakat yang dapat menumbuhkan sikap-sikap positif seperti kebersamaan, kesabaran, kehati-hatian, sikap berbagi, dan sebagainya. Selain itu, mudik yang diidentikkan dengan pulang kampung, dapat dimaknai sebagai bahan introspeksi manusia yang akan kembali ke kampung akhirat.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Dr. H. Dedi Taufik, M.Si mengungkapkan kesiapan pihaknya dalam menciptakan adanya angkutan lebaran yang aman, nyaman, dan cukup jumlahnya. Prioritas kegiatan yang dilakukan diantaranya yaitu dengan peningkatan armada angkutan lebaran, pemeriksaan laik jalan, dan adanya mudik gratis. Selain itu, juga dilakukan optimasi pelayanan prima dan peningkatan fasilitas.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: