[unpad.ac.id, 20/06/2017] Pesatnya perkembangan informasi saat ini harus tetap disikapi bijak oleh setiap masyarakat. Hal ini disebabkan, secara psikologis informasi diolah di area kognitif pembaca, lalu masuk ke rasa. Dari ranah rasa akan menimbulkan respons yang berdampak pada perubahan perilaku pembaca.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Dr. Hj. Hendriati Agustiani, M.Si., saat menjadi pembicara dalam Diskusi bertajuk “Literasi Informasi di Era Digital” yang digelar Direktorat Tata Kelola dan Komunikasi Publik/Kantor Internasional Unpad di Ruang Executive Lounge Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Senin (19/06). (Foto: Tedi Yusup)*

“Respons perilaku kita bisa tepat atau tidak, karena informasi tersebut belum tentu tepat,” ungkap Dekan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Dr. Hj. Hendriati Agustiani, M.Si., dalam Diskusi bertajuk “Literasi Informasi di Era Digital” yang digelar Direktorat Tata Kelola dan Komunikasi Publik/Kantor Internasional Unpad di Ruang Executive Lounge Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Senin (19/06).

Dr. Hendriati menuturkan, beragam informasi dapat memberikan ekses positif ataupun negatif. Tantangannya, jutaan informasi ini juga dapat diakses oleh semua kalangan. Jika tidak didampingi, bukan tidak mungkin beragam informasi menyesatkan dapat dengan mudah diakses oleh kalangan anak-anak dan remaja.

Jika dilihat dalam konteks rentang kehidupan, respons terhadap suatu informasi akan berbeda-beda antara kelompok usia tertentu. Kelompok usia anak-anak cenderung mengolah beragam informasi yang diterima sesuai dengan kapasitas berpikirnya. Jika tidak didampingi, ada kemungkinan salah mendapatkan informasi.

“Yang terjadi pada anak adalah menimbulkan perasaan tergugah yang sebenarnya mungkin tidak sesuai untuk anak. Untuk itu, orang tua harus pandai memilah informasi,” jelasnya.

Sementara pada kelompok anak usia remaja akan cenderung menerima seluruh informasi dan mengolahnya berdasarkan intuitif mereka. Dr. Hendriati menuturkan, jika tidak dekat dengan anak, orang tua akan tidak mengetahui bagaimana respons anak terhadap suatu informasi. Dikhawatirkan ada salah pemahaman terhadap informasi.

Memasuki kelompok dewasa awal, orang tua tetap berperan untuk memupuk berbagai pengetahuan akan satu informasi. Diharapkan, ketika memasuki tahap dewasa akhir (masa tua), ia dapat memberikan pengetahuan baik kepada generasi selanjutnya.

Terkait pesatnya arus informasi digital, Dr. Hendriati juga mendorong masyarakat untuk tetap tenang. Masyarakat diminta tidak reaktif terhadap informasi yang beredar. Yang terpenting, masyarakat harus tetap mengontrol informasi dengan mencari kebenaran terhadap suatu informasi.

“Kalau tidak tenang, kita bisa salah bereaksi,” ujarnya.

Wartawan HU Pikiran Rakyat Eriyanti Nurmala Dewi mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia tengah diserang oleh berbagai informasi yang tidak legal. Ini disebabkan berdasarkan data Dewan Pers, dari 2.000 perusahaan media online, hanya 211 media yang sudah dinyatakan sesuai ketentuannya oleh Dewan Pers.

“Kenyataannya, pengguna informasi ini lebih percaya pada informasi dari media non mainstream. Sementara, media non mainstream lebih cenderung menyebarkan berita palsu (hoax),” kata Eriyanti.

Banyaknya media yang belum sesuai standar Dewan Pers menuntut masyarakat lebih berhati-hati. Eriyanti mengatakan, masyarakat Indonesia sudah harus melek media. Sebab, potret media merupakan representasi dari potret warga negaranya.

Pada tatanan regulasi, staf khusus Komisi Penyiaran Indonesia Maulida Al Munawaroh mengatakan, KPI bertindak sebagai pembuat kebijakan konten. “Di bidang penyiaran, KPI hanya bertindak sebagai policy konten dengan mengkalsifikasi tayangan sesuai usia. Sisanya, masyarakat harus mampu meliterasi diri sendiri. Orang tua juga harus melakukan pendampingan,” pungkasnya.*

Laporan oleh Arief Maulana

Share this: