Potensi Dasar Laut Sekitar Indonesia Belum Diperhatikan

Sejumlah pembicara memaparkan tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pemanfaatan sumber daya samudera dalam acara Mengkhidmati 60 Tahun Deklarasi Djuanda “Tantangan Mewujudkan Wawasan Nusantara” di Aula Gedung Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum (FH) Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (12/12). (Foto: Tedi Yusup)*

[unpad.ac.id, 12/12/2017] Mengkhidmati 60 tahun Deklarasi Djuanda, ada banyak tantangan yang dihadapi Indonesia. Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah mengoptimalkan sumber daya dasar samudera yang ada di sekeliling Indonesia.

Sejumlah pembicara memaparkan tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pemanfaatan sumber daya samudera dalam acara Mengkhidmati 60 Tahun Deklarasi Djuanda “Tantangan Mewujudkan Wawasan Nusantara” di Aula Gedung Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum (FH) Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (12/12). (Foto: Tedi Yusup)*

Ahli hukum laut internasional dan diplomat Indonesia Prof. Dr. Hasjim Djalal, M.A., mengatakan, saat ini Indonesia belum memperhatikan sumber daya mineral yang ada di dasar samudera luas. Padahal, hal tersebut sudah menjadi perhatian dan rebutan sejumlah negara.

Hal tersebut disampaikan Prof. Hasjim saat menjadi pembicara kunci dalam acara Mengkhidmati 60 Tahun Deklarasi Djuanda “Tantangan Mewujudkan Wawasan Nusantara” di Aula Gedung Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum (FH) Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (12/12).

Acara tersebut dibuka oleh Dekan FH Unpad Prof. Dr. An An Chandrawulan, SH, LLM, dan menghadirkan pembicara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Ir. Sarwono Kusumaatmadja, mantan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI (Pur) Dr. Marsetio, M.M., dan dosen FH Unpad R. Achmad Gusman Catur Siswandi S.H., LL.M., PhD.

Selain memperhatikan potensi dasar laut, Prof. Hasjim juga mengungkapkan bahwa Indonesia perlu memiliki perhatian khusus terhadap Antartika. Pemanasan global yang terjadi saat ini dapat mengakibatkan es di kawasan Antartika mencair. Hal ini akan berdampak pada kondisi perairan dunia, termasuk Indonesia.

“Jadi kalau dulu Pak Djuanda menyatukan Indonesia, kenapa tidak kita berperan positif di dasar samudera dan di Antartika?” ucap Prof. Hasjim.

Senada Prof. Hasjim, dalam kesempatan tersebut Gusman juga mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi saat ini adalah pemanfaatan apa yang ada di dasar laut, terutama dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Gusman menyebut bahwa saat ini pengoptimalan sumber daya genetik di dasar laut juga belum banyak tersentuh.

“Ini menjadi salah satu tantangan dalam mengimplementasikan Wawasan Nusantara,” ujar Gusman.

Bukan hanya memanfaatkan sumber daya alam yang ada, yang terpenting adalah mengelola sumber daya tersebut sehingga dapat dinikmati generasi saat ini dan yang akan datang. Diungkapkan Gusman, selain akibat perubahan iklim, ada banyak aktivitas manusia yang berdampak pada kerusakan lingkungan laut.

Menurut Gusman, pembangunan berkelanjutan di bidang kelautan perlu dilaksanakan sejalan dengan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang telah disepakati masyarakat internasional. Pembangunan berkelanjutan di sektor kelautan ini tidak hanya berperan dalam mencapai Goal 14 (Life Below Water), tetapi juga berkaitan dengan pencapaian Goal 1 (No Pevoerty), Goal 2 (Zero Hunger), Goal 7 (Affordable and Clean Energy), dan Goal 13 (Climate Action).

“Saat ini kita perlu lebih mengkhidmati (Deklarasi Djuanda) dengan mencoba untuk memperluas wawasan yang ditawarkan oleh Deklarasi Djuanda, tidak hanya inward tetapi juga outward, yaitu bagaimana kita  bisa berkontribusi dari potensi yang kita miliki ini untuk pembangunan berkelanjutan di bidang kelautan,” ujar Gusman.*

Laporan oleh Artanti Hendriyana/am

Share this: