[unpad.ac.id, 4/8/2018] Lima guru besar Universitas Padjadjaran membacakan orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan guru besar di Grha Sanusi Hardjadinata, Jumat (3/8) dan Sabtu (4/8).

Kiri ke kanan: Prof. Dr. Inne Suherna Sasmita, drg., SpP(K), Prof. Dr. Ani Melani Maskoen, drg., M.Kes., dan Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra, M.Hum., usai dikukuhkan menjadi guru besar oleh Rektor Universitas Padjadjaran, Prof. Tri Hanggono Achmad, dalam upacara pengukuhan dan orasi ilmiah jabatan guru besar di lingkungan Unpad yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Jumat (3/8). Selain tiga guru besar tersebut, Prof. Dr. Achmad Hussein S. Kartamihardja, dr., Sp.KN., M.H.Kes dan Prof. Dr. Oki Suwarsa, dr., Sp.KK(K)., M.Kes., juga dikukuhkan sebagai guru besar pada upacara yang digelar Sabtu (4/8). (Foto: Tedi Yusup)*

Pada hari pertama, orasi ilmiah dibacakan Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra, M.Hum., dari Fakultas Ilmu Budaya, serta Prof. Dr. Ani Melani Maskoen, drg., M.Kes., dan Prof. Dr. Inne Suherna Sasmita, drg., SpP(K) dari Fakultas Kedokteran Gigi.

Di hari kedua, orasi ilmiah dibacakan Prof. Dr. Achmad Hussein S. Kartamihardja, dr., Sp.KN., M.H.Kes dan Prof. Dr. Oki Suwarsa, dr., Sp.KK(K)., M.Kes dari Fakultas Kedokteran.

Dalam orasi ilmiah berjudul “Disrupsi Sejarah”, Prof. Reiza memaparkan bahwa disrupsi sejarah sangat diperlukan oleh ilmu sejarah dan para sejarawan. Dengan disrupsi sejarah, setidaknya akan memberi beberapa manfaat kepada ilmu sejarah dan sejarawan.

Diungkapkan Prof. Reiza, manfaat besar pertama disrupsi sejarah adalah tumbuhnya kemampuan ilmu sejarah untuk membaca dan mengantisipasi perkembangan zaman.

Masa lalu bagi sejarah hanyalah sebatas materi untuk merekonstruksi sejarah sebagai peristiwa menjadi sejarah sebagai kisah. Sementara metode untuk merekonstruksi termasuk sumber rekonstruksi akan selalu bergerak dinamis seiring perkembangan peradaban manusia

“Dengan disrupsi, ilmu sejarah akan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zamannya. Ilmu sejarah meskipun berbicara tentang masa lalu akan tetapi ia menjadi ilmu yang tidak kehilangan masa kini dan masa depan,” jelas guru besar dalam bidang Ilmu Sejarah ini.

Manfaat besar kedua, memberikan ruang bagi para sejarawan untuk selalu berupaya mengembangkan kompetensi dan kemampuan dirinya di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bergerak sangat dinamis.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Ani membacakan orasi berjudul “Peran Ilmu Genetika Molekuler dalam Patogenesis Bibir Sumbing”. Dalam orasinya, ia mengungkapkan bahwa pendekatan ilmu genetika molekuler diharapkan menjadi pemacu dimulainya pencarian pemecahan etiologi celah bibir dan langit-langit, sehingga dapat dicari jalan untuk mengurangi dilahirkannya penderita dengan celah bibir dan langit-langit.

“Pemecahan klinis yang diharapkan nantinya dari penelitian ini adalah dapat dikembangkan suatu penelitian untuk mencegah terjadinya kelainan ini sedini mungkin,” ujar Prof. Ani yang dikukuhkan dalam Bidang Oral Biologi.

Penyebab celah bibir dan langit-langit tidak diketahui pasti dan kondisi ini tidak dapat dicegah. Sebagian besar ilmuwan percaya bahwa keadaan ini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

Prof.  Ani pun menyarankan bagi yang mempunyai anggota keluarga dengan kelainan celah bibir dan langit-langit untuk menghindari keterpaparan dengan faktor lingkungan yang diduga sebagai penyebab kelainan tersebut, seperti pestisida, penggunaan obat-obatan kortikosteroid, merokok, dan faktor lainnya.

Sementara itu, Prof. Inne membacakan orasi ilmiah berjudul “Prognosis Kanker Rhabdomyosarcoma Oral Menggunakan P27kip1 Dan Koaktivatornya Sebagai Prediktor Kelangsungan Hidup Pasien Anak”.

Prof. Inne menjelaskan bahwa Imuno ekspresi p27Kip1 dan koaktivator p45Skp2 dan p38Jab1 dapat digunakan sebagai prediktor pada rhabdomyolysis (RMS) mulut pada anak berdasarkan stadium sehingga perkembangan kanker dapat dicegah lebih dini.

“Rendahnya imuno ekspresi p27Kip1 serta tingginya imuno ekspresi koaktivator p45Skp2 dan p38Jab1 pada RMS mulut anak dapat menyebabkan perubahan regulasi siklus sel, peningkatan progresifitas dan agresifitas sel kanker,” ungkap guru besar dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi Anak ini.

Di hari kedua, Sabtu (4/8) Guru besar Ilmu Kedokteran Nuklir Unpad, Prof. Achmad Hussein membacakan orasi ilmiah berjudul “Peranan Theranostics Kedokteran Nuklir Dalam Paradigma Personalized Medicine Dan Terapi Bertarget”,

Dalam orasinya ia memaparkan bahwa paradigma pengobatan penyakit selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Saat ini berkembang paradigma personalized medicine yang mendorong konsep lain dalam kedokteran yang dikenal dengan theranostics. Terminologi theranostics terbentuk dari dua pilar utama di bidang kedokteran, yaitu terapi dan diagnostik.

Hal menarik dari konsep theranostics adalah pendekatan dalam pemilihan terapi yang menjanjikan berdasarkan pada citra molekuler yang spesifik dari suatu penyakit; kemampuan yang lebih besar dalam memprediksi efek samping yang berat; dan merupakan cara baru untuk melakukan pemantauan respon terapi secara objektif.

Lebih lanjut Prof. Achmad Hussein mengatakan bahwa theranostics nanopartikel memiliki potensi untuk merubah pola pengelolaan penyakit. Nanopartikel yang ideal untuk theranostics harus dapat terakumulasi dengan cepat dan selektif dalam target yang diinginkan, memberikan informasi karakteristik biokimia dan morfologi penyakit; efisien dalam memberikan efek obat yang sesuai tanpa merusak organ sehat; bersihan dari tubuh dapat berlangsung dalam beberapa jam atau terurai menjadi produk sampingan yang tidak beracun, dan aman bagi manusia.

“Kecenderungan pemanfaatan nanopartikel theranostics untuk menghasilkan pengelolalaan penyakit berdasarkan konsep personalized medicine dan terapi bertarget tidak perlu diragukan dan sudah sangat jelas keuntungannya, namun  banyak tantangan yang harus diatasi. Tantangan tersebut adalah dalam pemilihan nanoplatform yang terbaik, peningkatan efisiensi konjugasi ligan, pengembangan teknik sintetis yang ideal dan efektif, reproduktifitas yang tinggi, dan tentu saja biaya lebih efisien,” ujarnya.

Sementara itu, dalam orasi ilmiah berjudul  “Erupsi Obat Alergi: Perspektif Sains, Kesehatan, dan Masyarakat”,  Prof. Oki mengatakan bahwa insidensi erupsi obat alergi cukup tinggi di Indonesia. Erupsi obat alergi dapat bermanifestasi bermacam gambaran klinis dari mulai ruam makulo-papular, urtikaria/angioedema, AGEP, eritroderma, DRESS, sampai yang berat seperti SJS/TEN.

“Keadaan tersebut dapat mengganggu kualitas hidup pasien, bahkan berakhir dengan kematian,” kata Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin ini.

Pemeriksaan penunjang berupa skin test, patch test sampai test provokasi oral dapat membantu untuk mencari etiologi. Penghentian sesegera mungkin obat yang diduga menjadi penyebab, tatalaksana yang komprehensif, dan edukasi yang baik terhadap dokter dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan mencegah kematian.*

Laporan oleh Artanti Hendriyana/am

Share this: