Acting Unpad Chancellor Prof. Dr. Rina Indiastuti, M.SIE greeted Rizki Harta Cipta, the best graduate of the Unpad Doctoral program in the Third Batch Graduation of the 2018/2019 academic year, Friday (3/5). Limitations of vision did not break Rizki's enthusiasm for obtaining a doctorate with Judiciary cumlaude. (Photo: Tedi Yusup) *

[unpad.ac.id, 9/5/2019] Pemerintah berupaya mewujudkan pendidikan inklusif dalam setiap lembaga pendidikan. Ini bertujuan agar pendidikan tidak hanya untuk mereka yang berkemampuan secara fisik saja. Kaum disabilitas pun punya peluang yang sama untuk bisa berkuliah di pendidikan tinggi.

Pelaksana Tugas Rektor Unpad Prof. Dr. Rina Indiastuti, M.SIE menyalami Rizki Harta Cipta, wisudawan terbaik program Doktor Unpad pada Wisuda Gelombang III tahun akademik 2018/2019, Jumat (3/5). Keterbatasan penglihatan tidak mematahkan semangat Rizki untuk meraih gelar Doktor dengan yudisium cumlaude. (Foto: Tedi Yusup)*

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pembelajaran Unpad Dr. Arry Bainus, M.A., mengatakan, perguruan tinggi terbuka bagi siapa pun, baik kalangan non disabilitas maupun kalangan disabilitas. Asalkan ia punya kemampuan akademik yang baik.

“Siapapun sudah punya kesempatan berkiprah bersama di perguruan tinggi,” kata Dr. Arry.

Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI telah menyusun peraturan yang pada dasarnya pendidikan tinggi harus menyertakan seluruh pihak. Aturan ini diamini oleh Unpad maupun perguruan tinggi lainnya.

Dr. Arry menjelaskan, kaum disabilitas juga boleh masuk program studi mana pun selama tidak mengganggu bidang studi dan pekerjaannya. Walaupun ada beberapa program studi yang memberikan syarat tertentu, seperti tidak boleh buta warna. Selama mampu untuk mengikuti proses pembelajaran, yang bersangkutan tetap bisa masuk ke program studi tersebut.

“Apalagi bidang studi yang tidak mensyaratkan apa pun, atau selama keterbatasannya bisa dibantu dengan teknologi, kaum disabilitas bisa ikut di dalamnya,” imbuhnya.

Kemenristekdikti juga telah memberikan kemudahan bagi kaum disabilitas untuk mendaftar ke perguruan tinggi. Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) sebagai syarat mendaftar ke PTN saat ini juga bisa diikuti oleh peserta yang memiliki keterbatasan penglihatan. Meski demikian, memang tidak semua program studi bisa didaftar oleh yang bersangkutan.

Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan pola pembelajaran antara reguler dan berkebutuhan khusus. “Perbedaan dilakukan jika memang tidak bisa diikuti, seperti bentuk ujian ada perbedaan. Kalau bisa diikuti secara normal, kita perlakukan seperti biasa,” kata Dr. Arry.

Sebagai contoh, keberhasilan Dr. Rizki Harta Cipta lulus tepat waktu dengan yudisium cumlaude pada program Doktor Ilmu Hukum Unpad beberapa waktu lalu membuktikan bahwa pendidikan tinggi tidak terbatas hanya untuk kelompok tertentu saja. Meski dengan keterbatasan penglihatan, tidak menjadi penghalang bagi Rizki untuk meraih prestasi.

Rizki merupakan satu di antara kaum disabilitas yang melahirkan inspirasi. Keterbatasan fisik bukan menjadi halangan untuk mengejar cita-cita. Dengan tekad yang kuat, mereka mampu meraih pendidikan yang layak dan mampu mendarmabaktikan keilmuannya bagi kemaslahatan masyarakat. Karena itu, Pemerintah harus terus menyokongnya.*

Laporan oleh Arief Maulana

Share this: