Dr. Ir. Abun, M.P., Hasilkan Pakan Ayam dari Limbah Kulit Udang

[unpad.ac.id, 20/07/2017] Udang menjadi salah satu komoditas ekspor terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor udang sepanjang Januari-Agustus 2016 lalu naik 6,84% atau mencapai 136,3 ribu ton, sedangkan nilai ekspornya mencapai 1,13 miliar dolar atau naik 3,75%.

Dr. Ir. Abun, M.P. (Foto: Tedi Yusup)*

Di sisi lain, peningkatan jumlah ekspor ini menghasilkan limbah kulit udang yang cukup signifikan. Ini disebabkan udang sering diekspor dalam bentuk yang sudah dikupas, atau hanya dagingnya saja. Padahal, limbah kulit udang memiliki banyak nutrisi yang bermanfaat.

Limbah kulit udang ini rupanya menjadi ketertarikan tersendiri bagi Dr. Ir. Abun, M.P., Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Di tangannya, limbah kulit udang diolah menjadi nutrien konsentrat untuk pakan ayam. Pengolahan ini merupakan hasil penelitian Dr. Abun yang telah dikembangkan sejak 2007 \.

“Kenapa dikembangkan, karena limbah udang ini memiliki kelebihan sebagai sumber energi,” ujar Dr. Abun saat diwawancarai Humas Unpad di kampus Fakultas Peternakan.

Salah satu nutrisi yang terkandung dalam kulit udang adalah axtasantin. Kandungan ini yang mengubah warna kulit udang menjadi kemerahan ketika digoreng. Setelah diteliti oleh Dr. Abun, axtasantin ini berfungsi sebagai provitamin A yang dibutuhkan sebagai nutrisi ternak unggas.

Melihat potensi penggunaan axtansantin sebagai provitamin A, Dr. Abun pun mencoba mengolah kulit udang tersebut. Selama ini, kebutuhan nutrisi, khususnya provitamin A, dalam pakan unggas didapat dari jagung. Dengan demikian, axtasantin dari kulit udang menjadi alternatif penyediaan nutrisi provitamin A bagi ternak unggas.

Pengolahan kulit udang menjadi pakan tidak serta merta dapat langsung diberikan kepada unggas. Secara realitas, menurut Dr. Abun, nutrien yang ada dalam kulit udang terikat kuat oleh kitin, lapisan keras yang terdapat dalam kulit udang. Jika kitin ini diberikan langsung pada unggas, justru akan berdampak negatif.

“Kita merekayasa kembali sehingga lebih aman diberikan kepada unggas,” imbuh Dosen kelahiran Ciamis, 12 Agustus 1966 tersebut.

Rekayasa tersebut menggunakan teknologi bioteknologi fermentasi. Dengan teknologi itu, rekayasa dilakukan dengan menggunakan 3 mikroba, yaitu Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp., dan Sacharomyces serevicea. “Pengembangan proses rekayasa ini membutuhkan waktu hingga 2 tahun,” ujar Dr. Abun.

Lamanya penelitian terkait rekayasa limbah udang ini disebabkan proses rekayasa membutuhkan media dan kondisi temperatur yang pas, hingga akhirnya menemukan kondisi lingkungan ideal untuk tiga mikroba tersebut. Tidak hanya proses, Dr. Abun juga mengembangkan alat sendiri untuk melakukan proses rekayasa tersebut. Alat yang dikembangkannya berupa fermentor modifikasi yang dinamai auto shaker bath.

Hasil nutrien konsentrat tersebut kemudian diujicobakan kepada ayam lokal, khususnya ras ayam sentul, plasma nutfah asli Ciamis. Hasilnya cukup signifikan. Nutrien konsentrat Dr. Abun dapat meningkatkan bobot ayam sehingga mempercepat proses pertumbuhannya. “Pemeliharaan jauh lebih singkat,” kata Dr. Abun.

Secara efisiensi penggunaan pakan, pakan kulit udang juga jauh lebih efisien dibanding pakan lainnya. Pada takaran nutrien dalam campuran ransum, 15% protein dalam pakan kulit udang adalah setara dengan kandungan 18% dari pakan standar.

Kelebihan lain dari pakan ini yaitu mampu menurunkan kadar kolesterol daging. Pakan ini juga berdampak postif pada kualitas telur yang dihasilkan ayam. Dr. Abun menjelaskan, terjadi peningkatan kandungan kuning telur. Jika ditetaskan, bentuk kuning telur akan tetap utuh.

Sementara dari sisi daya tahan ternak, Dr. Abun mengungkapkan bahwa pakan ciptaannya mampu meningkatkan daya tahan ternak. Ini dibuktikan ketika virus Newcastle Disease (ND), atau penyakit tetelo menyerang sebagian ternak ayam. Ayam yang diberi pakan kulit udang lebih tahan terhadap serangan virus ND.

“Di sisi lain, kotoran ayam yang diberi pakan kulit udang tidak mengeluarkan bau yang menyengat. Ini disebabkan adanya proses recycle dari kandungan nitrogen dalam pakan,” kata Dr. Abun.

Fokus pada Ayam Lokal

Produk pakan kulit udang ini akan terfokus untuk jenis ayam lokal. Dr. Abun berpendapat, saat ini potensi pasar ayam lokal masih baik. “Secara tata niaga, bisnis ayam lokal masih lebih longgar dibandingkan ayam ras. Ini menyebabkan peluang bisnisnya cukup besar,” ujar Dr. Abun.

Jika alur bisnis hulu ke hilir ayam ras sudah dikelola oleh perusahaan besar, maka sektor bisnis ayam lokal masih berpotensi dikembangkan secara rumahan. Provinsi Jawa Barat sendiri memiliki Ayam Sentul sebagai unggas asli yang berpotensi dikembangkan bersama dengan jenis ayam lokal lainnya.

Melihat peluang tersebut, Dr. Abun pun berharap masyarakat dapat beternak ayam secara mandiri dan sederhana. “Jika dibisniskan, masyarakat bisa menambah penghasilan, dan minimal kebutuhan protein hewani bisa dicukupkan dari peternakan tersebut,” kata Dr. Abun.*

Laporan oleh Arief Maulana

 

Share this: