Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setiasih, SU., Orang Pertama Teliti Edible Film di Indonesia

Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setiasih, SU (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 16/10/2014] Beberapa produk pangan biasanya akan cepat mengalami pembusukan apabila dibiarkan terbuka di udara bebas, akibat terkontaminasi oleh mikroorganisme dan berbagai zat asing dan berbahaya. Hal ini mengilhami para peneliti untuk membuat lapisan pembungkus yang sifatnya tahan lama dan aman dikonsumsi.

Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setiasih, SU (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setiasih, SU (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Salah satu peneliti yang mengembangkan hal tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Imas Siti Setiasih, SU.,Guru Besar Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Unpad. Selama hampir 15 tahun, Prof. Imas mengembangkan edible film, suatu lapisan tipis yang berfungsi sebagai pelindung produk pangan dan terbuat dari bahan-bahan pangan alami.

Edible film berupa lembaran tipis seperti plastik namun bisa dimakan. Dilihat dari jenisnya, lapisan ini terbagi menjadi dua, yaitu edible film yang berbentuk lembaran tipis dan digunakan sebagai pembungkus primer, serta edible coating yang dibentuk langsung di permukaan bahan sehingga melekat pada produk.

Edible coating biasanya diaplikasikan pada buah-buahan dan sayuran yang sudah diolah minimal (fruits and vegetable minimally processed) yaitu buah atau sayuran yang telah mengalami pengupasan, dan pemotongan/pengirisan.

“Bahan pembuat edible film bisa kita gali dari bahan-bahan alami, seperti pati, lemak, dan turunan protein. Kami di FTIP sudah banyak melakukan penelitian dan sudah banyak menggali, misalnya dari pati singkong, iles-iles (Canna edulis), ganyong (Canna discolor), hingga daging lidah buaya yang diaplikasikan untuk membungkus stroberi,” jelas Prof. Imas.

Ternyata, dengan dilapisi edible coating, daya tahan simpannya bisa meningkat hingga beberapa hari. Buah salak yang sudah dikupas misalnya; setelah diteliti dan dilapisi edible coating oleh Prof. Imas, daya tahannya meningkat hingga 8 hari.

Prof. Imas sudah melakukan uji pelapisan edible film pada buah salak dan mangga arumanis yang sudah diolah minimal, stroberi, duren, duku, hingga sosis. Selain berfungsi sebagai pelindung dari udara luar dan penguat daya tahan, edible film juga dapat membuat aroma suatu produk pangan menjadi tidak tercium .

“Pada buah duren, setelah dilapisi edible coating, baunya tidak tercium. Ini prospeknya bagus. Saya jadi terpikir membuat edible film untuk membungkus terasi agar aromanya tidak kentara, sehingga tidak risih untuk membawa di tempat umum” ujarnya.

Butuh proses untuk membuat lapisan edible film. Prof. Imas mencontohkan, pembuatan edible film dari pati misalnya, diawali dari mencampurkan pati dengan gliserol (bahan pemlastis). Kemudian ditambahkan lagi asam lemak seperti asam stearat yang dicampur dengan formula tertentu. Penambahan asam lemak ditujukan untuk mengurangi laju transmisi uap air dan gas.

“Selanjutnya campuran tersebut mengalami proses degassing untuk mengurangi jumlah udara terutama oksigen yang terperangkap dalam formula. Kalau udaranya tidak dikeluarkan (tetap terperangkap), maka lapisan akan meletup saat dikeringkan dan lapisan menjadi berlubang” tambah Guru Besar yang lahir di Garut, 24 November 1949 tersebut.

Setelah mengalami degassing, bahan kemudian dicetak pada pelat yang terbuat dari kaca. Setelah itu, bahan yang sudah dicetak kemudian dikeringkan menggunakan alat pengering. Di laboratoriumnya, alat pengering ini sudah dimodifikasi oleh mahasiswa, sehingga waktu pengeringan menjadi lebih singkat, sekitar 6-8 jam bergantung pada kecepatan aliran udara panas yang diembuskan.

Lapisan pun siap berbentuk lembaran dan dapat digunakan sebagai pengemas. Jika ingin diaplikasikan sebagai edible coating, maka pada larutan yang telah mengalami degassing dicelupkan buah yang sudah diolah minimal atau bahan yang akan dilapisi. Prof. Imas menerangkan, edible coating yang sudah dibuat sifatnya harus fleksibel yaitu masih bisa dilalui oleh uap air, oksigen dan CO2 karena buah adalah benda hidup, masih melakukan proses respirasi yang memerlukan oksigen dan menghasilkan uap air dan CO2. Untuk memenuhi hal tersebut, lapisan yang dibuat diupayakan masih bisa dilalui oleh oksigen, uap air dan CO2.

Meskipun berfungsi sebagai pelapis makanan, edible film hanya dapat digunakan sebagai pembungkus primer. Agar bahan yang dikemas oleh edible film lebih terjaga, maka harus dikemas lagi oleh pengemas sekunder. Hal ini untuk menjaga agar edible film tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme.

Edible film sifatnya untuk menjaga daya tahan. Karena terbuat dari bahan-bahan hidup, maka mikroba pun juga suka. Untuk melindunginya, lapisi lagi dengan pelapis sekunder,” paparnya.

Dengan dilapisi edible coating, produk pangan seperti buah-buahan lokal dan sayuran yang sudah diolah minimal, daya tahan simpannya meningkat. Dengan demikian, mimpi Prof. Imas bahwa buah-buahan lokal dapat semakin mendunia akan terwujud. Masyarakat dapat semakin mudah mengonsumsi buah-buahan dan pemasarannya pun akan semakin luas karena daya tahannya yang meningkat.

Peneliti Edible Film Pertama di Indonesia
Prof. Imas adalah peneliti pertama yang meneliti tentang edible film di Indonesia. Pada tahun 1999, saat mengambil program Doktor di Institut Pertanian Bogor, ia bersama mahasiswa lainnya meneliti tentang edible film untuk keperluan disertasi. Penelitian tersebut terus berkembang hingga mengantarkan ia meraih gelar Profesor.

Ia menguraikan, di Indonesia produk ini masih sedikit digunakan. Hal ini jelas berbanding terbalik dengan di mancanegara, dimana sejak 1995 lalu edible film sudah mulai digunakan pada berbagai produk pangan. Tentunya ini menjadi prospek dari edible film di Indonesia, baik untuk digunakan maupun diteliti.

Prof. Imas sudah melahirkan 3 publikasi internasional terkait penelitian ini. Selain itu, melalui bimbingannya, penelitian ini juga telah meluluskan 2 orang mahasiswa Doktor, 1 orang mahasiswa Magister, dan banyak mahasiswa Sarjana. Hal ini menunjukkan banyak peluang yang dilakukan melalui edible film.

“Harapan? Tentunya akan ada yang menggunakan dan mengadopsi sehingga ini bisa jadi satu kebanggaan Unpad, dan juga untuk mengembangkan produksi edible film maupun penggunaanya di Indonesia,” jawab Prof. Imas ketika ditanya mengenai harapan dari penelitian edible film dan edible coating-nya.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: