Kebijakan Lingkungan Hidup di Indonesia Belum Sepenuhnya Optimal

Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si.* (Foto: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id, 14/09/2012] Dunia saat ini sedang berada di dalam era globalisasi. Negara-negara maju berlomba menunjukkan entitasnya sebagai negara besar di dalam kancah globalisasi. Sebab, sejatinya globalisasi ingin menunjukkan 3 entitas utama yakni, demokratisasi, isu lingkungan hidup, dan hak azasi manusia.

Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si.* (Foto: Tedi Yusup)

Isu lingkungan hidup sendiri, menurut dosen Hubungan Internasional FISIP Unpad, Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si., Indonesia kini terkena imbas dari isu lingkungan hidup. Menurutnya, saat ini banyak sekali produk-produk dari Indonesia yang ditekan karena isu lingkungan.

“Di Belanda, banyak sekali kayu gelondongan Indonesia yang dibiarkan di sana. Penyebabnya, mereka menganggap kayu-kayu dari Indonesia merupakan hasil dari illegal logging,” paparnya saat menjadi pembicara di Seminar Vivat Academica, Kamis (13/09) kemarin. Seminar ini bertempat di Bale Sawala Gedung Rektorat Kampus Unpad Jatinangor.

Berdasarkan informasi dari Pusat PengendalianDampak Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup, kualitas air sungai di 32 provinsi di Indonesia 82% tercemar berat, 13% tercemar sedang, 3% tercemar ringan, dan hanya 2% saja yang memenuhi kriteria sungai yang layak. Hal ini tentu saja menjadi perhatian dunia, sebab pencemaran di Indonesia telah melebih ambang batas. Kebijakan lingkungan hidup yang dibuat pun belum bisa menanggulangi permasalahan tersebut.

“Anggaran untuk lingkungan hidup hanya sekitar 2,5% dari total anggaran negara. Jumlah anggaran tersebut kemudian dibagi-bagi lagi menjadi beberapa bagian,” ungkap Dr. Obsatar.

Ia mengungkapkan kebijakan yang dibuat selama ini hanya berada pada tataran keinginan yang bersifat sensasional saja. Apabila pemerintah tidak tegas dalam menjalankan kebijakan dan menanggulangi isu tersebut, dikhawatirkan masyarakat tidak memiliki kepercayaan lagi kepada pemerintah.

“Kita jadi ketakutan, suatu saat kita punya pemimpin yang tidak mengerti visinya sendiri,” kata Dr. Obsatar.

Oleh karena itu, ia mendorong para ahli-ahli lingkungan hidup di Unpad untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Sebab, pada dasarnya untuk menjalankan sebuah kebijakan yang terfokus pada lingkungan hidup, diperlukan pemimpin-pemimpin yang mencintai lingkungan.

“Kebijakan lingkungan hidup yang baik akan muncul apabila pemimpinnya seorang pecinta lingkungan,” ujar Dr. Obsatar.

Bukan hanya pemimpin, rakyat pun harus turut ambil bagian dalam penanggulangan isu ini. Seringkali masyarakat sering menyebut khawatir kehabisan energi. Bahkan ketika disebutkan bahwa cadangan energi nesional sudah mulai habis dan tidak ada pembaruan, masyarakat pun panik.

“Kita selalu ingin sebuah kehadiran dan kemampuan dalam bidang energi. Padahal kemandirian dan kemampuan tersebut berbanding lurus dengan kondisi lingkungan,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Arief Maulana/mar*

Share this: