Panon hideung, irung mancung
Pipi konéng, Putri Bandung…
[Unpad.ac.id, 25/12/2013] Kemunculan lagu Pop Sunda ditenggarai lahir pada tahun 1936, yaitu ketika Ismail Marzuki menggubah lagu “Panon Hideung” yang diadaptasi dari lagu “Oche Chornye” (Dark Eyes) dari Rusia. Lagu itulah yang menjadi lagu pembuka gelaran Rumawat Padjadjaran ke-65 “Pop Sunda ti Mangsa ka Mangsa” yang digelar Unpad bekerja sama denagn Bank BJB di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad Bandung, Selasa (24/12).

Dinyanyikan apik oleh Ujang Supriatna bersama band pengiring dengan nuansa waltz,, lagu “Panon Hideung” adalah lagu Pop Sunda pertama, meskipun nadanya sendiri diambil dari lagu luar. Menurut Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, yang menjadi ciri utama dari Pop Sunda adalah penggunaan Bahasa Sunda di dalam lirik-liriknya.
“Lagu Pop Sunda, lirik-liriknya itu selalu mudah, dan nadanya pun juga mudah,” ujar Rektor.
Setelah “Panon Hideung”, berturut-turut lagu “Tongtolang Nangka”, “Tilil”, “Euis”, dan “Mojang Priangan” dinyanyikan. Lagu tersebut merupakan lagu Pop Sunda yang lahir pada medio 1960-an. Lagu “Tongtolang Nangka” dan “Tilil” merupakan dua lagu Pop Sunda lawas yang dipopulerkan oleh Band Nada Kantjana pimpinan Moh. Jamin. Sementara lagu “Euis” dipopulerkan oleh duet Bing Slamet dan Rita Zahara.
Ada hal menarik yang terungkap dalam perjalanan musik Pop Sunda pada periode tersebut. Menurut Rektor, lagu-lagu tersebut dinyanyikan oleh penyanyi yang justru bukan dari Tatar Sunda. “Lagu Panon Hideung yang dulu dinyanyikan Mus DS, diiringi oleh Orkes Teruna Ria pimpinan Oslan Husein. Keduanya justru orang Padang,” jelas Rektor.
Khusus untuk lagu “Mojang Priangan”, Unpad sengaja menghadirkan langsung pencipta lagu tersebut, yaitu Iyar Wiyarsih. Di usianya yang telah menginjak 81 tahun, Iyar masih mampu menyanyikan lagu tersebut dengan suara yang bagus. Alhasil, penonton pun dibuat takjub dengan penampilannya.
“Mak Iyar seperti kembali lagi menjadi mojang,” ujar salah seorang penonton pagelaran.
Lagu Pop Sunda yang pernah menjadi hits pada zamannya pun dimainkan, seperti “Ka Huma”, “Cik Tulungan”, “Cikapundung”, “Dikantun Tugas”, “Neng Geulis”, “Es Lilin”, “Cai Kopi”, “Borondong Garing” dengan sentuhan irama Jazz, rock ‘n roll, maupun Latin. Bahkan, penyanyi senior, Tety Kadi, pun ikut menyumbangkan suaranya dalam lagu “Leungiteun”.
Menginjak medio 1970-an, penonton pun disuguhkan dengan lagu “Koboi Kolot” yang pada zamannya dipopulerkan oleh grup musik Bimbo. Kemudian 2 lagu, “Kalangkang” dan “Potret Manehna” yang dipopulerkan oleh penyanyi Nining Meida dan Adang Céngos. Dua lagu ini merupakan lagu populer yang banyak disukai masyarakat. Terbukti banyak penonton yang larut sambil bernyanyi bersama.
Menginjak periode 2000-an, penonton disuguhkan dengan lagu-lagu milik almarhum Darso, yang dinyanyikan oleh Darso Family. Selain itu, hadir pula penyanyi Rika Rafika, Yayan Jatnika, Rita Tila, dan Mamah Bungsu Bandung. Pentas pun ditutup dengan lagu “Kabogoh Jauh” yang dinyanyikan oleh seluruh penyanyi dan penonton pentas.
Pagelaran ini bak mesin waktu perkembangan lagu-lagu Pop Sunda. Bagi penonton berumur, menonton pagelaran tersebut seakan menjadi nostalgia dari lagu-lagu Pop Sunda lawas yang kini mulai terbatas peredarannya. Namun, bagi penonton muda pagelaran ini menjadi gerbang untuk mengetahui perkembangan musik Pop Sunda dari masa ke masa.
“Kita semakin menjadi tahu tentang musik Pop Sunda. Semoga dengan ini para generasi muda dapat lebih mencintai Kesenian Sunda,” ujar Koko Komarudin, mahasiswa FIB Unpad yang menonton pagelaran tersebut.*
Laporan oleh Arief Maulana / eh *
Pidangan Seni Budaya Rumawat Padjadjaran
Pop Sunda Ti Mangsa ka Mangsa
Graha Sanusi Hardjadinata Unpad
Selasa 24 Desember 2013
Foto-foto oleh: Humas Unpad
[nggallery id=97]