Migrasi Burung Bisa Jadi Potensi Ekowisata di Jawa Barat

Guru BEsar Etnobiologi Unpad, Prof. Johan Iskandar saat menjadi pembicara dalam kegiatan "World Migratory Bird Day", Sabtu (10/05) di Kampus Magister Ilmu Lingkungan Unpad, Bandung (Foto: Arief Maulana)

[Unpad.ac.id, 10/05/2014] Migrasi burung di dunia tidak hanya menarik untuk dijadikan objek penelitian maupun fotografi. Namun, peristiwa migrasi burung juga dapat menjadi potensi ekowisata yang mulai banyak dilirik sebagian orang. Hal itulah yang diungkapkan oleh Prof. Johan Iskandar, M.Sc., Ph.D., guru besar Etnobiologi FMIPA Unpad.

Guru BEsar Etnobiologi Unpad, Prof. Johan Iskandar saat menjadi pembicara dalam kegiatan "World Migratory Bird Day", Sabtu (10/05) di Kampus Magister Ilmu Lingkungan Unpad, Bandung (Foto: Arief Maulana)
Guru BEsar Etnobiologi Unpad, Prof. Johan Iskandar saat menjadi pembicara dalam kegiatan “World Migratory Bird Day”, Sabtu (10/05) di Kampus Magister Ilmu Lingkungan Unpad, Bandung (Foto: Arief Maulana)

“Pulau Jawa dan berbagai kawasan di Indonesia sebenarnya menjadi tempat lintasan migrasi burung. Sayangnya, kita jarang memperhatikan,” ujar Prof. Johan saat menjelaskan topik “Migrasi Burung dan Potensi Wisata” dalam Pameran dan Workshop “World Migratory Bird Day”, Sabtu (10/05) di Kampus Pascasarjana Ilmu Lingkungan Unpad, Jalan Sekeloa Selatan No. 1 Bandung.

Indonesia merupakan kawasan lintasan sekaligus tujuan dari migrasi burung-burung yang berasal dari wilayah utara Bumi. Pada bulan Oktober hingga Maret, musim dingin terjadi di belahan bumi utara sehingga menyebabkan pasokan makanan mulai menipis. Akibatnya, burung-burung yang hidup di kawasan tersebut melakukan migrasi ke wilayah selatan yang jauh lebih hangat dan menyimpan makanan. Proses migrasi ini terus berlangsung setiap tahunnya.

Adapun tipe burung migrasi yang sering terlihat di Jawa Barat menurut Prof. Johan yaitu jenis burung wader/air, burung buas, dan burung darat.

Proses migrasi burung seringkali membentuk sebuah formasi yang unik. Hal inilah yang banyak diabadikan oleh fotografer pencinta burung di beberapa kawasan migrasi. Seiring perkembangan waktu, peristiwa alam ini sudah banyak dilirik beberapa orang sebagai sarana rekreasi yang efektif. Di negara-negara seperti Eropa dan Amerika, aktivitas “birdwatching” atau proses melihat burung migrasi sudah dijadikan suatu ekowisata.

“Di negara lain, aktivitas semacam ini sudah tidak asing lagi, setiap tahunnya aktivitas birdwatching di Eropa saja terus meningkat. Di Amerika sejak tahun 1982 – 1985 terus meningkat sebanyak 155%,” jelasnya.

Namun, aktivitas ini belum banyak dilirik di Indonesia. Padahal di beberapa daerah di Jawa Barat saja, aktivitas burung migrasi sering terlihat. Prof. Johan mencontohkan, di wilayah seperti Bandung Selatan dan Ciranjang, Cianjur, setiap sore ketika musim migrasi, burung-burung tersebut sering terlihat terbang di langit atau bertengger di kabel-kabel listrik.

Saat ini, wilayah yang punya potensi pengembangan ekowisata birdwatching di Indonesia yaitu Taman Nasional Sembilang dan Banyu Asin di Sumatera Selatan.

Indikator Kualitas Lingkungan
Peristiwa migrasi burung pun dapat dijadikan aktivitas penelitian bagi peneliti. Salah satu dampak bagi wilayah singgahan burung-burung migrasi adalah indikator kualitas lingkungannya yang masih baik.

Sedangkan dalam kepercayaan tradisional Indonesia seperti Dayak dan Badui Dalam, kedatangan burung-burung migrasi tersebut menandakan proses pergantian musim. “Orang Badui melihat aktivitas burung-burung migrasi sebagai waktu datangnya musim hujan dan waktu mulai bercocok tanam,” kata Prof. Johan.

Sayangnya, di beberapa wilayah burung-burung migrasi sering ditangkap dan disembelih oleh penduduk. Prof. Johan mencatat, di Indramayu misalnya, ada 58 jenis burung migrasi yang biasa diburu penduduk.

“Kalau kita gencar promosikan ekowisata, masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut juga dapat merasakan manfaatnya. Di satu sisi, kelestarian lingkungan pun tetap terjaga,” kata Prof. Johan.

Selain Prof. Johan, seminar yang digelar atas kerja sama PPSDAL LPPM Unpad,  komunitas Bird Conservation Society (Bicons), dan komunitas Be Wildlife Photography (BWP) ini menghadirkan pembicara yaitu Irham Juniarto, M.Sc., (LIPI), Tedi Setiadi (Bicons), Adam Supriatna (RAIN), Budi Hermawan (BWP), dan Dr. Firman Hadi. Adapun pada Minggu (11/05) esok, kegiatan ini akan difokuskan pada pengamatan lapangan di Kawasan Gunung Tangkuban Parahu/Panaruban, Subang.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh*

Share this: