[Unpad.ac.id, 6/09/2016] Kemampuan membangun daya saing pada kebanyakan kabupaten di Jawa Barat masih rendah. Hal ini diindikasikan oleh aliran investasi yang kecil dan penciptaan nilai tambah yang terbatas.

“Maka solusinya adalah interdepedensi, mari kita ciptakan format rantai nilainya, sesuai dengan potensi dan keunggulan masing-masing daerah,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisinis (FEB) Unpad, Prof. Rina Indiastuti dalam acara “Diseminasi Buku dan Seminar Formulasi Strategi dan Kebijakan Penumbuhan Daya Saing Daerah Jawa Barat” di Gedung Bank Indonesia Jabar, Jln. Braga 108 Bandung, Senin (5/09) kemarin. Adapun buku yang didiseminasikan adalah karya Prof. Rina berjudul “Daya Saing Daerah:Konsep, Kajian, dan Kebijakan”.
Untuk membangun daya saing daerah, salah satu hal yang diusulkan Prof. Rina adalah dibangunnya konektivitas pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, perlu juga membangun interdepedensi antara pemerintah kota dengan pemerintah kabupaten, dimana kebijakannya perlu berjalan beriringan.
Salah satu contoh yang terjadi adalah antara Kota dan Kabupaten Bogor, dimana kedua daerah ini dapat tumbuh secara beriringan. Prof. Rina pun menyoroti bahwa hal ini tidak terjadi di Kota dan Kabupaten Bandung.
“Saudara tetapi tidak mesra. Seharusnya, kota Bandung bisa memperluas basis keterkaitan interdepedensi ke Kabupaten Bandung,” ujar Prof. Rina.
Sementara itu, Rektor Unpad, Prof. Tri Hanggono Achmad mengatakan bahwa salah satu tantangan yang terjadi terkait daya saing daerah saat ini adalah adanya disparitas yang terjadi di berbagai wilayah. “Kalau kita lihat Jawa Barat, disparitas itu juga terlihat.” ujar Rektor.
Dalam bukunya itu, Prof. Rina memandang daya saing daerah dalam tiga pilar, yaitu pengelolaan faktor produksi yang efisien/produktif, kualitas proses dan output, serta outcome dan efektivitas kebijakan. Dengan demikian, menurutnya daya saing daerah tidak hanya bisa dipandang dari segi produksi yang meningkat, serta naiknya pertumbuhan ekonomi dan bisnis.
“Tapi masalah sustainability, digambarkan melalui proses. Misalnya apakah terjadi inovasi, apakah terjadi hasil riset yang diinvansi dan dikomersialisasi, dan human capital–nya bagaimana,” ujar Prof. Rina.
Selanjutnya dari outcome, diantaranya dapat dilihat dari tingkat kemiskinan, ketimpangan, kebijakan pemerintah daerah, dan kebijakan upah minimum.
Prof. Rina pun menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan daya saing daerah adalah dimana setiap pemangku kepentingan memiliki kemampuan untuk membangun keunggulan. “Keunggulan menjadi sasaran peningkatan daya siang,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rektor pun berpendapat bahwa peningkatan daya saing daerah tidak hanya berhenti pada aspek daerah, melainkan harus dapat disinergikan demi kemajuan Indonesia di pentas dunia. Berbicara mengenai daya saing daerah pun tidak dapat dipisahkan dari perekonomian global.
“Pada dasarnya, kalau semua wilayah punya kekuatan yang memang baik, kita bisa membawa bangsa ini ke pentas dunia,” kata Rektor.
Rektor juga memaparkan, bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada di daerah, diantaranya diperlukan pendidikan transformatif dari perguruan tinggi, dimana berbagai aktivitas di perguruan tinggi diintergrasikan dengan kondisi yang ada di daerah.*
Lampiran:
Strategi Penumbuhan Daya Saing Daerah Jabar oleh Prof. Rina Indiastuti
Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh