Sivitas Akademika dan Tenaga Kependidikan Harus Akrab “Scopus”

[unpad.ac.id, 10/01/2018] Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah menargetkan standar acuan publikasi ilmiah pada jurnal-jurnal internasional adalah yang telah terindeks Scopus. Namun, masih banyak kalangan yang belum memahami standar indeks Scopus ini.

Consumer Consultant Elsevier Indonesia selaku representatif Scopus Indonesia Ujang Sanusi (berdiri kanan) saat menjadi menyampaikan tentang Scopus pada acara sosialisasi dan pelatihan Scopus di Perpustakaan Pusat Unpad, Jatinangor, Rabu (10/01). (Foto: Tedi Yusup)*

Direktur Sumber Daya Akademik dan Perpustakaan Universitas Padjadjaran Dr. Teuku Yan Waliana Muda Iskandarsyah, S.T., M.T., mengatakan, sebagai standar indeks yang saat ini dipakai pemerintah, Unpad perlu mempersiapkan kompetensi dosen maupun tenaga kependidikan untuk menguasai Scopus. Ini dilakukan agar performa publikasi ilmiah di Unpad terus meningkat dan tidak lagi terganjal ketidaktahuan tentang Scopus.

“Kita semua harus tahu Scopus. Ketika sudah mengetahui dengan baik, maka tinggal dimanfaatkan seoptimal mungkin,” ujar Dr. Teuku disela pelaksanaan sosialisasi dan pelatihan Scopus di Perpustakaan Pusat Unpad, Jatinangor, Rabu (10/01).

Meski bukan menjadi satu-satunya sistem indeks jurnal di dunia, Scopus telah ditetapkan pemerintah sebagai penentu kualitas publikasi ilmiah di Indonesia. Dengan demikian, peningkatan ini tidak hanya meningkatkan kuantitas, tetapi kualitas publikasinya pun harus terpenuhi.

Melalui sosialisasi dan pelatihan ini, pihaknya melalui Direktorat Sumber Daya Akademik dan Perpustakaan Unpad mengundang para dosen dan tenaga kependidikan untuk memahami cara kerja pangkalan data jurnal ilmiah terbesar di dunia ini.

Lebih lanjut Dr. Teuku mengatakan, pelatihan ini mengajarkan seluk beluk tentang Scopus, mulai dari cara kerja, cara pencarian artikel, mekanisme pemeringkatan jurnal yang terindeks Scopus melalui klasterisasi Quartile, hingga panduan penulisan artikel untuk masuk ke dalam 4 klasterisasi Quartile yang ditetapkan Scopus.

Sebagai akademisi, Dr. Teuku juga menilai penetapan standar indeks Scopus di Indonesia sudah terbilang baik. “Saya pikir, Scopus ini memuat jurnal yang bagus dan sudah dikaji oleh pemerintah,” ujarnya.

Unpad sendiri sudah melanggan akses Scopus yang bisa diakses di portal Kandaga. Dr. Teuku pun mengharapkan sivitas akademika maupun tenaga kependidikan dapat memanfaatkan portal terintegrasi ini.

Sekadar informasi, Scopus merupakan pusat data publikasi ilmiah terbesar di dunia milik perusahaan Elsevier. Hingga saat ini, Scopus menyimpan 22.000 judul ilmiah dari 5.000 publikasi di 105 negara. Tidak hanya publikasi penelitian, Scopus juga menyimpan abstrak dan sitasi dari berbagai konferensi ilmiah, e-book, dan paten.

Consumer Consultant Elsevier Indonesia sekaligus representatif Scopus Indonesia Ujang Sanusi mengatakan, Scopus dapat digunakan akademisi untuk mencari berbagai referensi ilmiah secara spesifik. Dalam satu topik penelitian misalnya, Scopus dapat memberikan data negara mana yang paling banyak melakukan penelitian itu, insititusi mana yang banyak meneliti, profesor kompeten terkait topik, rujukan kolaborasi, hingga referensi penelitian yang cocok dengan topik itu.

Selain itu, untuk mengukur performa penelitian suatu institusi, Scopus dapat memberikan data terkait arah kekuatan riset dari suatu institusi, siapa kolaboratornya, dengan negara mana saja institusi itu pernah bekerja sama, siapa saja peneliti-peneliti aktifnya, hingga pertumbuhan penelitian institusi tersebut dari tahun ke tahun.

Cara kerja Scopus mirip mesin pencarian Google. Untuk mencari dokumen, publik tinggal memasukkan judul penelitian/abstrak/kata kunci pada kolom pencarian yang ada di laman Scopus. Proses ini dapat dilakukan lebih spesifik melalui kolom filter pencarian lanjutan.

Setelah itu, Scopus akan menampilkan dokumen yang dibutuhkan secara cepat dan berkualitas. Ketika mengeklik satu dokumen penelitian, Scopus kemudian akan mengarahkannya menuju tautan aslinya pada jurnal ilmiah tertentu.*

Laporan oleh Arief Maulana

 

 

Share this: