[unpad.ac.id, 27/11/2018] Seorang dokter gigi terinfeksi virus HIV/AIDS sejak empat tahun lalu. Meski sempat terpuruk, dokter ini terus berjuang melawan penyakitnya hingga akhirnya dinyatakan viral load tidak terdeteksi, atau tidak terdeteksinya virus HIV dalam darah setelah menjalani perawatan. Kisah dan perjuangannya ia tuliskan lewat sebuah buku.

Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Yovita Hartantri, dr., Sp.PD, KPTI, (berdiri kanan) saat mengupas buku “Dokter Kena HIV: Perjuangan Penerimaan Diri Hingga Membuka Diri” karya drg. Maruli Togatorop di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Eijkman No. 38, Bandung, Selasa (27/11). (Foto: Tedi Yusup)*

Adalah drg. Maruli Togatorop yang menulis buku “Dokter Kena HIV: Perjuangan Penerimaan Diri Hingga Membuka Diri”. Buku ini memotivasi orang dengan HIV (odh) untuk berjuang melawan penyakitnya sekaligus membuka mata bagi masyarakat luas bahwa odha bukanlah kelompok yang harus disisihkan.

“Pesan dari buku ini adalah proses penyampaian membuka diri itu tidak mudah bagi seorang yang terinfeksi HIV/AIDS,” ujar Kepala Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Dr. Irna Sufiawati, drg., Sp.PM., dalam acara bedah buku “Dokter Kena HIV” yang digelar di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Eijkman No. 38, Bandung, Selasa (27/11).

Acara bedah buku ini digelar Fakultas Kedokteran Gigi Unpad. Selain Dr. Irna, pembicara yang tampil dalam bedah buku ini yaitu akademisi Fakultas Kedokteran Unpad Yovita Hartantri, dr., Sp.PD, KPTI, dan Aktivis HIV/AIDS Aan S. Rianto.

Dr. Irna menyampaikan, Maruli sempat terpuruk saat mengetahui tertular HIV/AIDS. Hal ini mengakibatkan ia kehilangan segalanya. Ketiadaan dukungan memperburuk kondisinya kala itu.

Keberanian Maruli untuk membuka diri dan menyatakan bahwa dia terinfeksi HIV merupakan titik awal perubahan hidupnya. “Dia (Maruli) membuka diri pada saat peringatan Hari AIDS Sedunia yang digelar di Audtiorium RSP Unpad, empat tahun lalu,” jelas Dr. Irna.

Lewat membuka diri, lanjut Dr. Irna, segala keterpurukan Maruli seolah sirna. Dukungan dari kerabat juga dinilai mampu membangkitkan semangat bagi pejuang HIV. Ia pun kemudian terinspirasi untuk menuliskan perjuangannya dalam sebuah buku.

Melalui buku ini, Maruli berharap berbagai pikirannya dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat, khususnya bagi para pejuang HIV. “HIV tidak membuat orang menjadi berbahaya, tetapi justru harus dirangkul,” kata Dr. Irna.

Yovita menjelaskan, perjuangan Maruli untuk berobat mengalami tantangan yang hebat. Yovita yang pernah menjadi dokter bagi Maruli juga merasakan bagaimana tantangan yang dihadapi.

“Dokter Maruli telah memotivasi dan harapan bagi odh bahwa infeksi HIV dapat disembuhkan dan tidak mudah ditularkan,” kata Yovita.

Sementara itu, Aan S. Rianto mengatakan bahwa HIV bukan lagi penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Stigma negatif dari HIV ini yang menyebabkan orang yang terinfeksi HIV tidak punya harapan untuk melanjutkan hidup.

Ia mengatakan, pemberian terapi antiretroviral (ARP) secara intensif sangat berperan untuk menurunkan viral load HIV dalam darah.

“ARP sudah diciptakan 30 tahun lalu. Cuma mungkin kita sering menganggap itu vitamin. Kita minum vitamin ketika tidak merasa sehat. Itu salah besar,” kata Aan.*

Laporan oleh Arief Maulana

Share this: