Prof. Dr. Arlette Suzy Puspa Pertiwi, “Orang Tua Berperan Menentukan Keberhasilan Perawatan Gigi Anak”

[unpad.ac.id, 30/4/2019] Perilaku sehat gigi dan mulut perlu ditanamkan sejak dini, salah satunya adalah melalui kunjungan ke dokter gigi. Namun, seringkali kunjungan ke dokter gigi tidak menjadi prioritas utama karena adanya rasa takut yang dialami anak.

Prof. Dr. Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA, M.Si. (Foto: Tedi Yusup)*

“Orang tua turut berperan dalam terbentuknya rasa takut terhadap dokter gigi (dental fear). Sikap dan belief orang tua akan berpengaruh terhadap perilaku anak, termasuk dental fear,” kata Prof. Dr. Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA, M.Si.

Prof. Arlette menyampaikan hal tersebut saat membacakan orasi ilmiah berkenaan dengan penerimaan jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Kedokteran Gigi Anak pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Orasi ilmiah yang dibacakan Prof. Arlette berjudul “Menuju Indonesia Bebas Karies Melalui Model Hubungan Dental Belief Orang Tua dengan Terbentuknya Dental Fear Anak Pra-Sekolah”.

Dijelaskan Prof. Arlette, proses pembelajaran dental fear bisa berasal dari pengalaman anak sendiri yang menimbulkan reaksi negatif dan dapat juga dipelajari dari lingkungan. Faktor sosioekonomi, budaya, hubungan keluarga, pengasuhan anak, dan dental fear yang dialami orang tua dapat memicu terbentuknya dental fear pada anak.

“Kemampuan anak menghadapi perawatan gigi tidak hanya tergantung pada tingkat perkembangan psikologis dan kognitif, tetapi juga pada ada dan tidaknya dental fear pada orang tua,” ujarnya.

Prof. Arlette menjelaskan bahwa teknik dalam pemeliharaan dan perawatan kesehatan gigi pada anak-anak dan orang dewasa berbeda. Penanganan pada orang dewasa hanya melibatkan interaksi antara dokter gigi dan pasien itu sendiri, sedangkan pada anak-anak melibatkan interaksi antara dokter gigi, anak, dan orang tua.

“Dalam ilmu kedokteran gigi anak, interaksi antara dokter gigi, anak, dan orang tua dikenal dengan Pediatric Treatment Triangle. Jelas bahwa peran orang tua menentukan keberhasilan perawatan gigi,” jelasnya.

Prof. Arlette mengungkapkan, penentuan model struktural efek langsung hubungan dental belief orang tua dengan terbentuknya dental fear pada anak usia pra-sekolah di kota Bandung menghasilkan model yang fit secara signifikan.

“Beberapa perilaku orang tua berkontribusi dalam membentuk dental fear anak usia pra-sekolah yang mengikuti jalur pemberian informasi negatif, pengondisian langsung, dan vicarious learning,” ungkap Prof. Arlette.

Terkait hal tersebut Prof. Arlette menjelaskan, jalur informasi negatif dapat berupa ungkapan orang tua tentang dokter gigi yang dikaitkan dengan perawatan invasif serta melalui informasi yang berkonotasi ancaman. Sementara pengondisian langsung dapat melalui perilaku orang tua yang menimbulkan ketidaknyamanan pada anak saat anak dilakukan perawatan gigi. Terakhir, vicarious learning melalui perilaku orang tua saat mereka dilakukan perawatan gigi yang diamati oleh anak melalui penglihatan maupun pendengaran.

“Dengan didapatkannya model hubungan dental belief orang tua terhadap terbentuknya dental fear anak diharapkan bisa menjadi dasar pembuatan program sosialisasi agar mengurangi rasa takut anak kepada dokter gigi yang secara tidak langsung berefek pada pengurangan angka kejadian karies gigi pada anak,” harapnya.*

Laporan oleh Artanti Hendriyana/am

Share this: