Tenaga keamanan melakukan pengecekan suhu tubuh bagi sivitas akademika, tenaga kependidikan, maupun tamu yang akan masuk ke kampus Unpad di Jatinangor. Unpad menerapkan protokol ketat untuk akses ke dalam kampus selama masa pandemi Covid-19. (Foto: Dadan Triawan)*

Laporan oleh Erman

Tenaga keamanan melakukan pengecekan suhu tubuh bagi sivitas akademika, pegawai, maupun tamu yang akan masuk ke kampus Unpad di Jatinangor. Unpad menerapkan protokol ketat untuk akses ke dalam kampus selama masa pandemi Covid-19. (Foto: Dadan Triawan)*

[unpad.ac.id, 10/6/2020] Kasus pandemi Covid-19 harus dipandang secara utuh, tidak bisa dengan pendekatan administratif geografis. Ini disebabkan, ada peran mobilitas manusia dalam pandemi ini. Selama masih ada pergerakan manusia, mobilitas dari satu wilayah ke wilayah lain, maka kita tidak tepat memisahkan wilayah tertentu saja secara eksklusif.

Demikian dikatakan Dosen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran, Drs. Yuyun Hidayat, MSIE., PhD., saat menjadi narasumber dalam Webinar Series FMIPA Unpad bertema “Sumbangsih pemikiran FMIPA Unpad untuk Melawan Pandemi Covid-19 di Indonesia” yang diselenggarakan Selasa (9/6) kemarin.

“Kalau dilokalisir, itu asumsinya tidak ada mobilitas. Padahal kita tahu walaupun PSBB (pembatasan sosial berskala besar) ketat, orang masih bisa lolos. Itulah mengapa kajian Covid-19 harus dipandang secara nasional, tidak bisa Jawa Barat saja,” ujar Yuyun Hidayat, PhD.

Yuyun pun menilai, kebijakan pelonggaran PSBB tidak tepat dilakukan pada saat ini karena kajian yang dilakukannya masih melihat akan terjadi kenaikan angka kasus Covid-19 meskipun terjadi penurunan angka kasus baru selama dua minggu berturut-turut.

“Tidak sesederhana itu untuk menetapkan kebijakan pelonggaran PSBB hanya berdasarkan pengetahuan terhadap new case yang menurun dua minggu berturut-turut. Prediksi saya masih akan terus meningkat meskipun saya berharap ramalan saya tidak akurat, saya berharap faktanya lebih kecil,” ujar Yuyun.

Selain Yuyun Hidayat, PhD, webinar ini juga menghadirkan Siam Permata Nugraha, diaspora alumnus Unpad yang berkarir sebagai CEO sebuah perusahaan teknologi di Australia.

Siam menceritakan, setiap negara bagian di Australia memiliki kebijakan masing-masing terkait penanganan Covid-19. Ia mencontohkan di New South Wales, sekolah telah mulai dibuka sejak 3 pekan lalu sedangkan sekolah di Victoria baru dibuka mulai pekan ini.

“Di setiap negara bagian berbeda, tidak harus sama. Keputusannya tidak ditentukan oleh pemerintah pusat. Namun saat sedang ketat-ketatnya, pengawasan Covid pemerintah di sini memang tidak main-main. Ketahuan pergi karena tidak alasan mendesak bisa kena denda Rp 20 juta per orang,” ujarnya.(am)*

 

 

 

 

 

 

Share this: