Laporan oleh Arif Maulana

[unpad.ac.id, 24/10/2020] Nenek moyang orang Sunda banyak mengajarkan nilai-nilai yang masih terus diwariskan hingga saat ini. Salah satunya adalah nilai-nilai cageur, bener, bageur, pinter, dan singer. Sistem nilai ini masih dipegang teguh oleh orang Sunda dalam segala aktivitas, termasuk berwirausaha.
Studi yang dilakukan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Dr. Yus Nugraha, M.A., mengungkap bahwa nilai-nilai cageur, bener, bageur, pinter, dan singer (CBBPS) memiliki keterkaitan dengan aktivitas wirausaha orang Sunda.
Dosen yang mendalami bidang psikologi kewirausahaan ini melakukan penelitian terhadap 131 pengusaha yang berada di daerah Tasikmalaya, Sumedang, Garut, hingga Banjar. Jenis usaha yang dijalankan di antaranya batik, buah manggis, bordir, hingga minyak sereh wangi.
“Dari hasil penelitian, diperoleh sistem nilai kesundaan yang dominan ditemukan adalah bener dan cageur,” ujar Yus saat membacakan orasi ilmiah dalam acara Peringatan Dies Natalis ke-59 Fakultas Psikologi Unpad yang digelar secara virtual, Sabtu (24/10).
[irp]
Secara filosofis, kata bener dalam bahasa Indonesia bermakna memiliki integritas. Pelaku usaha mengutamakan sifat jujur, berkata sesuai dengan perilakunya, dan serius dalam menjalankan usahanya.
Sementara cageur bermakna sehat, baik jasmani maupun rohani. Tubuh dan jiwa yang sehat akan mendorong orang Sunda untuk giat dalam menjalankan usaha.
Secara berurutan, konsep nilai yang selanjutnya adalah singer atau multitalenta. Nilai ini lebih banyak dimiliki oleh pelaku usaha perempuan di daerah pedesaan. Kaum perempuan dinilai bisa melakukan segala hal, dari mulai mengurus rumah tangga, nonrumah tangga, sampai menjalankan usaha.

“Nilai terakhir adalah pinter (pintar) dan bageur atau baik, tidak pernah marah, dan ramah terhadap tamu,” ungkap Yus.
Konsep sistem CBBPS ternyata memiliki pengaruh kuat terhadap intensi atau niat orang Sunda dalam berwirausaha. Intensi ini juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, atau adanya individu dan lingkungan yang mendukung untuk menjalankan suatu usaha.
Salah satu contohnya adalah adanya sentra usaha tertentu di wilayah Jawa Barat, di mana pada suatu wilayah memiliki banyak pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya secara sama.
Yus juga menilai, keunggulan lain dari karakter pengusaha Sunda adalah daya saing yang tinggi. Pelaku usaha Sunda memiliki upaya agar usahanya bisa lebih baik dari para pesaingnya. “JIwa kompetitifnya bagus,” tambahnya.
[irp]
Kelemahan
Meski nilai-nilai kesundaan dipahami dengan baik oleh pengusaha Sunda, bukan berarti tidak ada kelemahan di dalamnya. Penelitian Yus Nugraha juga mengungkap kelemahan dari pengusaha Sunda.
Yus mengatakan, walau intensinya baik, self efficacy atau keyakinan diri bahwa dia bisa untuk menjalankan usahanya itu lemah. Hal ini yang menyebabkan banyak pelaku usaha di Jawa Barat cenderung menjalankan bisnisnya secara sama.
“Usaha-usaha di Jawa Barat itu lebih banyak ikut-ikutan, mereka lebih banyak berwirausaha berdasarkan pesanan. Identifikasi terhadap peluang spesifiknya lemah,” jelasnya.
Kelemahan lainnya adalah kurang berani mengambil risiko dan kurangnya inovasi. “Meskipun proaktif atau keinginan mencari kesempatan barunya kuat, eksekusi dan proses pengambilan risikonya sangat lemah,” kata Yus.
Acara peringatan Dies Natalis ke-59 Fapsi Unpad ini juga diisi dengan Laporan Tahunan Dekan Prof. Hendriati Agustiani, M.Si., Psikolog, serta pengambilan janji Sarjana, Pascasarjana, dan Sumpah Psikolog tahun 2020.*