Pandemi Covid-19, Cermin Hubungan Nirharmonis Manusia dengan Alam

Laporan oleh Arif Maulana

covid-19
Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Prof. Johan Iskandar, PhD, memaparkan paparan kunci berjudul “Pandemic and Sustainable Human-Nature Relation” dalam “Conference on Sustainability Science (CSS) 2020” yang digelar secara virtual, Kamis (8/10).*

[unpad.ac.id, 8/10/2020] Munculnya pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di bumi ini tidak lain diakibatkan oleh tidak seimbangnya aktivitas manusia dengan alam semesta. Kerusakan alam akibat ulah manusia menjadi salah satu penyebab pandemi Covid-19.

Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Prof. Johan Iskandar, PhD, mengatakan, fenomena transmisi penyakit menular dari hewan sebagai reservoir primer ke manusia justru disebabkan karena ulah manusianya sendiri. Manusia dinilai tidak bijakasana terhadap lingkungan.

“Aktivitas perambahan hutan, perusakan hutan, perburuan hewan liar, hingga perdagangan hewan menjadi penyebabnya,” ujar Prof. Johan saat menjadi pembicara kunci dalam “Conference on Sustainability Science (CSS) 2020” yang digelar secara virtual, Kamis (8/10).

Pakar etnobiologi Unpad ini menjelaskan, pandemi Covid-19 merupakan satu contoh masifnya transmisi virus dari hewan ke manusia saat ini. Penyebaran SARS-Cov-2 yang memicu Covid-19 disebabkan oleh transmisi virus dari hewan ke manusia.

[irp]

Diketahui, kelelawar menjadi reservoir utama dari virus yang pertama kali terungkap di Wuhan, Tiongkok tersebut.

“Transmisi virusnya sangat cepat dari awalnya hewan sekarang menyebar ke manusia,”  kata Prof. Johan.

Pertumbuhan populasi yang tidak terbendung yang dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi menjadikan perubahan dramatis dalam interaksi manusia dengan lingkungan. Interaksi yang tidak baik akan mendorong terjadinya bencana ekologi, salah satunya adalah munculnya pandemi.

Padahal, manusia pernah menjalin hubungan yang akrab dengan lingkungan. Ini terlihat dari bagaimana aktivitas masyarakat tradisional dalam membangun hubungan dengan lingkungan berdasarkan pengetahuan dan kepercayaan ekologi tradisional.

Secara turun temurun, masyarakat menjaga alam melalui pola atau nilai-nilai ekologi yang diwariskan oleh leluhur. Ini terlihat dari sejumlah tradisi atau pola ekologi yang dipertahankan oleh masyarakat adat di Kampung Naga, Tasikmalaya ataupun di masyarakat Kanekes/Baduy di Banten.

Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan Prof. Johan, Kampung Naga setidaknya memiliki tiga zona lingkungan, yaitu kawasan bersih (settlement),  kawasan kotor (fish pond and bathing place), serta kawasan suci (protected area).

Sementara di kawasan Kanekes sendiri juga terbagi ke dalam 3 kawasan, yaitu kawasan pertama (lembur/perkampungan dan hutan dusun), kawasan kedua (huma dan reuma), serta kawasan ketiga (leuweung kolot/leuweung titipan/hutan leluhur).

[irp]

Dari pola ekologi tersebut, disimpulkan bahwa pengetahuan ekologi tradisional memiliki peran dalam menjaga kualitas lingkungan. “Tindakan manusia terhadap alam dilakukan dengan sangat hati-hati dalam sistem adaptasi budaya,” kata Prof. Johan.

Karena itu, Prof. Johan berharap, kemajuan pembangunan secara global harus mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Konferensi internasional ini diselenggarakan atas kerja sama Pusat Unggulan Lingkungan dan Ilmu Keberlanjutan Unpad dengan The Greening of Industry Network. Konferensi yang diikuti oleh ratusan partisipan ini juga menghadirkan pembicara lainnya.*

Share this: