Kembali Dibuka, Guru Besar Unpad Sarankan Mendaki Gunung Perlu Persiapan Matang

The Palawa Team conducted an expedition to explore Baturaya Cliff and Research in Teluk Kepayang Village, Tanah Bumbu Regency, South Kalimantan, 18 August to 2 September. *

Laporan oleh Arif Maulana

mendaki gunung
Dua anggota Palawa Universitas Padjadjaran Samudra Muhammad Rahman (FISIP) dan Timothy Syalom Gurusinga (FTG) bersama pemandu lokal berhasil mencapai puncak gunung es Haba Xueshan, Yunnan, Republik Rakyat Tiongkok, 28 Oktober hingga 7 November 2019 lalu.*

[unpad.ac.id, 4/11/2020] Sejumlah jalur pendakian gunung di Indonesia mulai dibuka kembali setelah ditutup selama pandemi Covid-19 melanda. Walau ada pembatasan jumlah, tidak menyurutkan semangat pelancong untuk kembali melakukan pendakian.

Kembali beraktivitas di alam bebas setelah lama berdiam di rumah membutuhkan persiapan yang matang. Karena itu, Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Unpad Prof. Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA, menyarankan pelancong untuk mempersiapkan diri sebelum mendaki gunung.

Sehat Jasmani dan Rohani

Pendaki harus berada pada kondisi fisik dan mental yang mental. Fisik harus benar-benar dalam keadaan sehat. Selain tidak berpotensi menularkan penyakit, fisik yang sehat juga akan membuat pendaki bertahan selama perjalan.

“Kita harus yakin bahwa fisik kita mampu. Jangan tiba-tiba kita ingin mendaki tanpa tahu fisik kita,” ujar guru besar bidang geologi tersebut.

[irp]

Sebelum mendaku gunung, ada baiknya untuk membiasakan diri berolahraga, baik itu berjalan kaki atau joging. Ukur berapa putaran atau jarak yang mampu ditempuh. Ini bertujuan untuk menentukan sebesar besar jarak yang bisa ditempuh saat pendakian sebenarnya.

Anggota Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri sejak 1981 ini menuturkan, apabila tubuh memiliki penyakit bawaan, biasakan untuk selalu membawa obat-obatan pribadi. Jangan lupa juga untuk membawa peralatan krusial selama masa Adaptasi Kebiasaan Baru dilakukan, seperti masker dan penyanitasi tangan.

Selain fisik, mental juga harus kuat. Mental yang kuat dibutuhkan agar pendaki bisa menghadapi berbagai tantangan selama pendakian. Kondisi ini juga diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, di antaranya terpisah dari rombongan atau tersesat.

“Masalahnya kalau mental tidak kuat, ia akan putus asa. Ini yang banyak menyebabkan banyak pendaki hilang karena putus asa. Mental kuat diperlukan untuk hidup di alam bebas,” ujar Prof. Ildrem.

[irp]

Siapkan Perlengkapan

Setelah yakin fisik dan mental kuat, hal berikutnya adalah membawa logistik yang memadai. Prof. Ildrem mengatakan, setiap pendaki harus membawa bekal makanan dan minuman sendiri. Jangan selalu bergantung pada rekan pendakian.

Bekal air minum harus cukup untuk mengatasi kondisi kekurangan cairan selama perjalanan. Apabila gunung yang didaki memiliki sumber mata air, ini bisa dimanfaatkan untuk mengisi perbekalan.

Namun, jika minim sumber air, pendaki harus mengantisipasinya dengan membawa persediaan air yang cukup.

Kepala Departemen Geologi Sains FTG Unpad ini menerangkan, setiap pendaki wajib membawa perbekalan memadai. Idealnya, siapkan perbekalan yang melebihi waktu pendakian.

Contohnya, jika mendaki gunung memerlukan waktu selama 3 hari, sebaiknya bawa bekal untuk keperluan 4 – 5 hari. Ini diperlukan agar pendaki memiliki persediaan bekal tatkala terjadi kendala di jalan.

Makanan yang dibawa juga usahakan merupakan makanan praktis dengan kalori tinggi. Siapkan pula gula merah, permen manis, atau cokelat. Kadar gula yang dimilikinya bisa membantu pendaki untuk mendapatkan energi.

[irp]

“Kalau mau betul menyiapkan dengan baik, belilah semacam biskuit survival. Sangat praktis, kecil, tapi kalorinya tinggi, sehingga kalau ada apa-apa, bisa tahan berhari-hari,” jelasnya.

Pendaki juga wajib membawa baju ganti, alat pembuat api, jas hujan, kantong tidur, tenda, hingga alat makan dan minum sendiri. Namun, perlengkapan ini disesuaikan dengan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendaki gunung.

Cari Tahu Kondisi Medan

Hal penting lainnya adalah pendaki wajib mengetahui karakteristik medan gunung. Tidak hanya sekadar tahu jalur, pendaki juga wajib memiliki pengetahuan mengenai kondisi gunung.

“Kalau tahu medan jika terjadi hal yang tidak diinginkan kita bisa mengambil keputusan,” kata Prof. Ildrem.

Seiring kemajuan teknologi, pendaki bisa melihat topografi gunung yang akan didaki cukup dengan telepon pintar. Aplikasi seperti Google Maps sudah menyediakan informasi topografi, sehingga pendaki bisa menentukan dimana letak tebing curam, area landai, jalur sungai, hingga lokasi yang memungkinkan untuk membuka tenda.

Cari tahu juga mengenai kondisi cuaca. Meskipun cuaca di gunung sangat tidak terprediksi, pendaki setidaknya bisa mengetahui informasi awal cuaca di wilayah tersebut melalui bantuan prakiraan cuaca. Dengan demikian, pendaki bisa mengantisipasi kemungkinan terburuk dari cuaca di sekitar gunung.

“Dulu walaupun tanpa teknologi kita bisa bertahan di alam bebas karena ada petunjuk alam. Sekarang fasilitas memanjakan kita. Kalau kita sampai celaka gara-gara kecerobohan sendiri sangat disayangkan,” pungkasnya.*

Share this: