Kasus Hilang di Gunung Tidak Akan Terjadi Bila Pendaki Punya Kemampuan “Survival”

Unit

Laporan oleh Arif Maulana

survival
Sejumlah dosen Universitas Padjadjaran berjalan kaki di kawasan konservasi Taman Buru Masigit Kareumbi. (Foto: Arif Maulana)*

[unpad.ac.id, 16/12/2020] Kasus hilangnya sejumlah pendaki di gunung menjadi cermin bahwa aktivitas mendaki gunung alam tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik dan mental. Pengetahuan mengenai bertahan di alam bebas atau survival perlu dikuasai oleh pendaki.

Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA, menyarankan para pendaki untuk membekali dengan keterampilan  survival di alam bebas. Sebab, kemungkinan untuk tersesat dan hilang sangat besar saat berada di gunung.

“Yang pertama adalah kita harus tahu jalur. Kalau tahu medan jika terjadi hal yang tidak diinginkan kita bisa mengambil keputusan,” ujar Prof. Ildrem.

Guru Besar yang aktif sebagai anggota Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri sejak 1981 ini menuturkan, teknologi saat ini sudah memudahkan pendaki untuk memahami medan penjelajahan atau pendakian yang akan ditempuh.

[irp]

Pengetahuan mengenai topografi diperlukan agar pendaki bisa tahu wilayah mana yang terjal hingga wilayah mana yang landai dan bisa untuk dijadikan tempat beristirahat apabila fisik merasa lelah atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain itu, pengamatan wilayah juga diperlukan untuk mengetahui jenis flora dan fauna yang hidup di gunung tersebut. Ini akan memudahkan pendaki untuk menghindari kemungkinan kontak dengan hewan liar.

Meski begitu, pendaki tetap harus mewaspadai kemungkinan tersesat atau keluar dari jalur pendakian. Jika menghadapi situasi seperti ini, hal utama yang wajib dimiliki pendaki adalah menyiapkan mental yang kuat untuk memulai survival.

Menurut Prof. Ildrem, mental kuat diperlukan untuk survival dan hidup di alam bebas. Semakin mampu seseorang bertahan di alam bebas, peluang untuk selamat akan semakin besar.

“Kalau mental tidak kuat, panik, menyerah, dan tidak ada usaha bertahan hidup ini yang akan membuat banyak kasus orang hilang di gunung,” tambahnya.

Jika mental sudah siap menghadapi situasi darurat, Prof. Ildrem menyarankan untuk segera mencari sungai atau jalur air. Hakikatnya, sungai akan terus mengalir hingga ke hilir. Semakin ke hilir, sungai akan menemui lokasi perkampungan terdekat.

Namun, kata Prof. Ildrem, pendaki juga wajib mewaspadai setiap kontur tepian sungai. Jika menemui air terjun, disarankan untuk tidak langsung menuruni tebing, apalagi bagi pendaki yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai panjat tebing.

Pendaki bisa menuruni tebing dengan cara memutarinya. Carilah area yang lebih landai untuk turun, tetapi tetap berpatokan pada jalur air. Cara ini relatif aman untuk menghindari risiko terpeleset saat menuruni tebing.

[irp]

Selanjutnya, pendaki juga wajib memiliki pengetahuan mengenai botani dan zoologi. Pengetahuan ini akan memudahkan pendaki untuk memilih mana tumbuhan yang bisa dimakan atau tidak. Sebab, banyak sekali tumbuhan yang bisa dimakan, ternyata di dalamnya mengandung racun yang berbahaya bagi tubuh.

Prof. Ildrem mengatakan, ada tips sederhana untuk menghindari kemungkinan keracunan, yaitu jangan makan hanya dari satu jenis tumbuhan saja. Bisa jadi, jenis tumbuhan yang kita makan terus-terusan itu akan mengeluarkan racun di dalam tubuh.

“Coba makan banyak jenis tumbuhan untuk menghindari kalau-kalau ada yang beracun,” kata Prof. Ildrem.

Selain bekal makanan dan peralatan yang lengkap, pendaki juga wajib membawa peralatan untuk mendukung komunikasi, seperti baterai cadangan dan pengisi daya portabel. Piranti ini akan memudahkan pendaki untuk tetap menjalin komunikasi saat survival.

Bila menemukan wilayah dengan sinyal telepon yang cukup, usahakan untuk mengirimkan titik lokasi pada kerabat atau petugas. Titik lokasi ini akan membantu tim pencari untuk menemukan pendaki.*

Share this: