Kepala PPATK: Tidak Hanya Dipenjara, Pelaku TPPU Juga Harus Diambil Uangnya

Laporan oleh Arif Maulana

Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan Dian Ediana Rae bersama Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Rina Indiastuti saat membuka seminar daring “Membedah Tindak Pidana Siber Sebagai Tindak Pidana TPPU?”, Selasa (1/12). (Foto: Arif Maulana)*

[unpad.ac.id, 1/12/2020] Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menilai, perlu ada ketegasan dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ini disebabkan, jika melihat sejarah negara-negara global, tindakan pencucian uang bisa berdampak pada rusaknya sistem politik suatu negara.

“PPATK tidak akan pernah bisa menyelesaikan persoalan yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang kalau tidak menegakan pemberantasan tindak pidana pencucian uang tersebut,” ujarnya saat menyampaikan sambutan dalam seminar daring “Membedah Tindak Pidana Siber Sebagai Tindak Pidana TPPU?”, Selasa (1/12).

Seharusnya, kata Dian, hukuman tindak pidana pencucian uang tidak hanya memenjarakan pelaku, tetapi harus diikuti dengan mengambil seluruh harta hasil kejahatannya. Upaya ini dinilai efektif dalam memberantas kasus pencucian uang di Indonesia.

[irp]

“Jadi menindak orang dan menindak uangnya harus dilakukan bersamaan. Ini bukan teoretis,” kata Dian.

Tindak pidana pencucian uang mesti dipandang sebagai isu yang kompleks. Dian mengatakan tindak pidana ini timbul akibat dari terjadinya tindak kejahatan ekonomi, seperti korupsi, narkoba, pembalakan liar, hingga penangkapan ikan secara ilegal.

Alumnus Fakultas Hukum ini mengatakan, kasus pencucian uang sebaiknya menjadi persoalan prioritas bagi aparat penegak hukum. Hal ini sudah dipraktikkan oleh sejumlah negara yang pernah mengalami dampak dari tindak pidana pencucian uang.

Selain itu, kesadaran masyarakat untuk memberantas tindak pidana pencucian uang masih rendah. Baik di kalangan masyarakat biasa hingga jajaran pemerintah dan legislatif masih dikatakan rendah.

Karena itu, lanjut Dian, PPATK terus berupaya menggandeng sejumlah pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran publik dalam memberantas tindak pidana pencucian uang. Salah satu unsur yang berperan penting adalah perguruan tinggi.

Menurut Dian, lemahnya penegakan kasus tindak pidana pencucian uang tidak terlepas dari adanya perspektif yang berbeda dalam konteks terkait pengajaran ilmu hukum. Interprestasi yang seharusnya sudah selesai pada praktiknya masih terdapat perbedaan interprestasi dalam menentukan kasus pencucian uang.

“Ini suatu kecemasan. Bisa jadi upaya untuk menegakkan pemberantasan tindak pidana pencucian uang menjadi tidak berhasil,” kata Dian.

[irp]

PPATK sendiri berinisiatif untuk melihat kembali kurikulum dan silabus pembelajaran di setiap perguruan tinggi. Ini bertujuan untuk menyamakan persepsi lulusan perguruan tinggi mengenai tindak pidana pencucuian uang.

“Apabila lulusan perguruan tinggi tidak memiliki perspesi yang sama mengenai tindak pidana pencucian uang, akan menimbulkan kesulitan kita di lapangan,” kata Dian.

Acara yang digelar PPATK ini menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad Prof. Dr. Ilya Avianti, Dosen Fakultas Hukum Unpad Dr. Sigid Suseno, M.Hum., Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol. Himawan Bayu Aji, Kabid Penyelenggaraan Diklat PPATK Yusup Darmaputra, serta Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah.

Acara ini menerapkan kombinasi luring dan daring. Seminar secara luring digelar terbatas di ruang Executive Lounge Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung. Pada seminar luring tersebut hadir Rektor Unpad Prof. Rina Indiastuti.*

Share this: