Cyber Law Center FH Unpad, Pelopor Kajian Hukum Siber di Indonesia

Dr. Sinta Dewi, LL.M. (Foto: Dadan Triawan)*

Laporan oleh Arif Maulana

Ketua Cyber Law Center FH Unpad Dr. Sinta Dewi, LL.M. (Foto: Dadan Triawan)*

[unpad.ac.id, 19/1/2021] Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berbanding lurus dengan timbulnya masalah-masalah hukum baru. Diperlukan beragam kajian hukum terbaru untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Fenomena ini direspons baik oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Sejak 2014, FH Unpad telah mendirikan Pusat Studi Hukum Siber atau Cyber Law Center. Pusat Studi ini berperan dalam melakukan penelitian di bidang hukum siber.

“Kajian ini sangat diperlukan karena banyak masalah hukum yang muncul,” ujar Ketua Cyber Law Center FH Unpad Dr. Sinta Dewi, LL.M.

Sinta memaparkan, saat itu belum banyak kajian terkait hukum siber di Indonesia, mengingat bidang ini merupakan bidang ilmu hukum yang terbilang baru. Sementara, pesatnya perkembangan TIK secara masif turut pula melahirkan masalah-masalah hukum, seperti keamanan digital, pelindungan data pribadi, kekayaan intelektual, hingga perjanjian kontrak.

[irp]

Mengingat kajian hukum siber perlu dilakukan, FH Unpad mulai konsisten membangun spesialisasi hukum ini. Tidak hanya mendirikan pusat studi, kajian hukum siber udah menjadi mata kuliah yang diajarkan sejak 2013. Saat ini, mata kuliah hukum siber sudah menjadi mata kuliah wajib di tingkat Sarjana.

“Kita juga sekarang sudah memiliki departemen sendiri. Bisa dibilang, kita termasuk yang leading melakukan kajian hukum siber di kampus FH Indonesia,” kata Sinta.

Menginjak usia tujuh tahun, Cyber Law Center FH Unpad telah banyak menjalin kolaborasi dengan berbagai unsur. Mulai dari kementerian/lembaga, sektor swasta, hingga sejumlah sektor strategis di luar negeri.

Salah satu kerja sama yang penting adalah dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sinta menjelaskan, ada sejumlah jejak penting yang sudah dilakukan peneliti di Cyber Law Center FH Unpad. Satu di antaranya adalah menyusun naskah akademik awal terkait RUU Pelindungan Data Pribadi.

Naskah akademik awal ini merupakan sumbangsih akademisi FH Unpad berdasarkan hasil penelitian terkait privasi data dengan Organisasi nonpemerintah Privacy International asal Inggris. Peran akademisi Unpad dalam penyusunan RUU ini sebatas pada penyusunan naskah akademik. Selanjutnya, pembahasan dilakukan oleh Kementerian dan DPR sampai saat ini.

Dosen Departemen Hukum Telekomunikasi, Informasi, dan Kekayaan Intelektual FH Unpad ini mengungkapkan, naskah akademik ini sudah mengalami beberapa kali perubahan saat dilakukan pembahasan oleh Kominfo dan DPR.

Banyaknya perubahan ini mencerminkan bahwa penyelesaian masalah di bidang pelindungan data sangat kompleks. Ini disebabkan, seluruh lembaga terkait perlu melakukan harmonisasi.

“Kita harus menentukan standar tepat mengenai bagaimana penegakan hukum, parameternya seperti apa, itu betul-betul kompleks,” ungkapnya.

[irp]

Kuatkan Peran Akademisi

Secara sederhana, hukum siber tidak hanya berbicara mengenai pelindungan data. Ada beberapa aspek yang perlu dikaji, di antaranya hukum bisnis terkait e-commerce, perjanjian kontrak, kajian bukti elektronik, pelindungan konsumen, pelindungan hak cipta, kejahatan pidana berbasis siber, hingga seputar terorisme dan kedaulatan negara.

Akademisi berperan aktif dalam memberikan rekomendasi kebijakan mengenai penguatan hukum siber di Indonesia. Ini dibuktikan dengan banyaknya riset-riset yang sudah dihasilkan peneliti di Cyber Law Center FH Unpad serta sudah dipublikasikan pada jurnal internasional.

Selain itu, para peneliti juga banyak yang menjadi anggota pada organisasi nasional maupun internasional. Tujuannya agar hukum siber di Indonesia menjadi lebih kuat.

“Kita semua membangun bersama-sama untuk membahas isu tentang masalah hukum dalam dunia siber, karena banyak masalah yang muncul dan harus dilakukan kajian bersama,” tutur Sinta.

Karena itu, kajian mengenai hukum siber juga memerlukan peran serta para akademisi lintas keilmuan. “Kolaborasi multiapproach diperlukan untuk memberikan rekomendasi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan,” kata Sinta.*

Share this: