Peneliti Unpad Ciptakan Aneka Produk VTM Tanpa Menggunakan Kotak Pendingin

Peneliti Universitas Padjadjaran

Laporan oleh Arif Maulana

VTM
Peneliti Universitas Padjadjaran mengembangkan aneka inovasi produk Viral Transport Medium atau VTM untuk menyimpan sampel pemeriksaan swab Covid-19 yang erbasis iceless transport system, atau tidak membutuhkan penyimpanan di kotak es sebelum menuju ke laboratorium. (Foto: Dadan Triawan)*

[unpad.ac.id, 18/1/2021] Peneliti Universitas Padjadjaran mengembangkan aneka inovasi produk Viral Transport Medium (VTM) untuk menyimpan sampel pemeriksaan swab Covid-19. Uniknya, produk VTM ini berbasis iceless transport system, atau tidak membutuhkan penyimpanan di kotak pendingin sebelum menuju ke laboratorium.

Aneka produk VTM iceless transport system tersebut antara lain VitPAD, i-blue, dan C-transport. Tiga produk ini dikembangkan oleh tim peneliti dari Laboratorium Covid Rumah Sakit Pendidikan Unpad, yaitu Dr. Hesti Lina Wiraswati, M.Si., Lia Faridah, dr., M.Si., Dr.rer.nat. Savira Ekawardhani, M.Si., dan Dr. Shabarni Gaffar, M.Si.

Saat diwawancarai Kantor Komunikasi Publik Unpad Hesti menjelaskan, tiga produk tersebut seluruhnya mampu tahan di suhu ruang setelah dimasukkan sampel. Selama ini, produk VTM yang ada membutuhkan ruang penyimpanan dengan suhu 2-8 derajat Celcius, baik sebelum dimasukkan sampel atau setelah dimasukkan sampel.

“VitPAD, i-blue, dan C-transport sama-sama tanpa menggunakan es untuk penyimpanannya,” ungkap Hesti.

Ketiga produk tersebut memiliki perbedaan terutama dari segi daya tahannya. VitPAD mampu bertahan di suhu ruang selama 14 hari setelah ditambah sampel. Sementara i-blue dan C-transport mampu bertahan selama 7 hari di suhu ruang setelah ditambah sampel.

Hesti menjelaskan, tiga produk tersebut berbasis buffer. VTM buffer akan memungkinkan disimpan di suhu kamar, sehingga tidak perlu menggunakan fasilitas khusus untuk menyimpannya.

[irp]

Produk ciptaan Hesti dan tim berbeda dengan jenis medium yang selama ini banyak digunakan di pasaran. VTM basis medium harus memerlukan penyimpanan khusus dengan suhu 2 – 8 derajat Celcius.

Dengan demikian, VitPAD, i-blue, dan C-transport sangat efektif bila digunakan di lokasi yang tidak memiliki fasilitas penyimpanan khusus VTM ataupun lokasi yang jauh dari fasilitas laboratorium uji.

“Ada beberapa lokasi yang susah cari es dan tidak ada cool box. Kalau pakai punya Unpad tidak perlu itu. Sampelnya tetap aman, serta aman juga ke lingkungan,” kata Lia.

Selain tahan suhu ruang, tiga produk ini juga mengandung formula berupa denaturan atau zat untuk menginaktivasi sampel virus. Ketika sampel virus dimasukkan, zat akan menginaktiviasi virus sehingga sebagian virus sudah tinggal RNA-nya saja, sehingga produk ini tidak akan infeksius sekalipun disimpan di kotak penyimpanan biasa.

“Risikonya rendah,” tambah Shabarni.

Lebih lanjut Hesti mengatakan, dari hasil pengujian yang dilakukan tim, VitPAD, i-blue, dan C-transport masih mampu bertahan dalam kondisi suhu yang relatif panas, seperti 40 – 50 derajat Celsius.

“Kita cek di suhu tersebut di mana notabene suhu yang paling tinggi di Indonesia, kemudian  kita uji kualitas sampelnya, ternyata virusnya masih bisa (diuji),” kata Hesti.

Artinya, produk ini baik digunakan untuk transportasi sampel di wilayah dengan suhu panas, hingga dapat disimpan tanpa menggunakan kotak pendingin di dalam mobil.

[irp]

Harga Bersaing

Savira mengatakan, VitPAD, i-blue, dan C-transport memiliki harga relatif bersaing dengan produk serupa di pasaran. Ini disebabkan, formula produk ini menggunakan material yang murah tetapi memiliki kualitas yang setara dengan produk VTM pada umumnya.

“Karena ini hasil penelitiannya kami, maka kami cari material yang bersaing,” ujarnya.

Karena berbasis buffer, maka komponen pembuatnya pun tidak serumit VTM biasa, sehingga ada beberapa formula pada produk biasa yang tidak ditambahkan pada tiga produk tersebut. Walaupun ada pengurangan formula, tim tetap memperhatikan kualitas dari produk yang dikembangkan.

Tim sendiri sudah melakukan pengujian terkait pengaruh pengurangan tersebut dengan pencapaian tujuan yang diinginkan, yaitu memudahkan transportasi VTM tanpa membuat sampelnya rusak.

“Kami sudah membuktikan bahwa ini masih sama dengan VTM dengan formula yang rumit tersebut,” kata Savira

Produk I-blue dan C-transport sendiri sudah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan, sedangkan VitPAD masih menunggu izin edarnya keluar. Lia mengatakan, produk ciptaannya sudah digunakan di beberapa rumah sakit, klinik kesehatan, hingga dipasok ke sejumlah kementerian.

“Mereka senang karena tidak perlu pakai es, sehingga tidak perlu ribet,” kata Lia.

SaliPAD

Selain tiga produk tersebut, tim juga berhasil menciptakan VTM Iceless terbarunya, yaitu “SaliPAD”. “SaliPAD” merupakan produk VTM buffer yang khusus digunakan untuk menyimpan sampel dari air liur (saliva) bukan dari nasal.

Produk “SaliPAD” ini bermanfaat untuk menyimpan sampel saliva yang nantinya akan dilakukan pengujian PCR, sesuai standar emas pemeriksaan Covid-19. Hanya saja, banyak orang enggan melakukan tes swab karena sampel harus diambil melalui stik yang dimasukkan ke lubang hidung.

[irp]

“Orang itu malas di-swab karena malas dicolok. Dengan SaliPAD, kita cukup ambil sampel dari salivanya,” kata Lia.

Produk SaliPAD ini pun masih tengah menunggu izin edar dari Kementerian Kesehatan.

Diharapkan, beragam produk VTM inovasi peneliti Unpad ini diharapkan mendorong Indonesia lebih mandiri dalam pengadaan fasilitas swab Covid-19. “Diharapkan ini menjadi salah satu produk Indonesia bisa dipakai untuk pemeriksaan virus sampai seterusnya,” kata Shabarni.*

Share this: