Laporan oleh Arif Maulana

Dosen Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Gugun Gunardi, M.Hum., dalam seminar daring “Miéling Poé Basa Indung Sadunya: Eksistensi Basa Indung di Jaman Kiwari”, Senin (22/2) malam.*

[unpad.ac.id, 23/2/2021] Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional yang jatuh setiap 21 Februari menjadi pengingat akan eksistensi bahasa Sunda saat ini. Semakin banyak orang Sunda yang melupakan bahasanya, secara perlahan bahasa Sunda bisa hilang terkikis zaman.

Menurut Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Gugun Gunardi, M.Hum., berdasarkan pemantauannya, pengajaran bahasa Sunda di lingkungan perumahan di Kota Bandung semakin lama semakin berkurang. Masyarakat cenderung banyak menggunakan bahasa Indonesia atau mengajarkan bahasa asing ketimbang mengajarkan bahasa Sunda.

“Kondisi di lingkungan perumahan di Bandung, sudah langka yang ngomong bahasa Sunda, apalagi yang halus. Kalaupun ada, cenderung bahasa Sunda kasar, atau bahasa Sunda yang dicampur bahasa Indonesia,” ungkap Gugun dalam seminar daring “Miéling Poé Basa Indung Sadunya: Eksistensi Basa Indung di Jaman Kiwari”, Senin (22/2) malam.

[irp]

Padahal, bahasa bisa menjadi suatu identitas budaya. Gugun menjelaskan, para ahli menyebut bahwa bahasa merupakan dasar suatu budaya. Jika bahasa Sunda hilang karena banyak masyarakatnya yang tidak menggunakan, budaya Sunda juga dikhawatirkan akan menghilang.

Karena itu, bahasa Sunda menjadi penting untuk dipelajari selain mempelajari bahasa asing. Melihat dari upaya pengajaran bahasa yang dilakukan di sejumlah negara, bahasa lokal tetap menjadi kemampuan yang wajib dikuasai oleh setiap masyarakatnya.

Gugun mencontohkan, negara seperti Malaysia mengajarkan tiga bahasa utama, yaitu bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris, dan bahasa lokal seperti bahasa Tamil dan bahasa Mandarin.

“Di Jawa Barat sendiri sebenarnya mengatur bahasa Sunda diajarkan dari mulai SD sampai SMA. Tetapi sekarang sangat langka ditemukan guru-guru TK yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar. Padahal bahasa ibu ditentukan saat anak waktu kecil,” kata Gugun.

[irp]

Ia juga menyanggah bahwa bahasa asing tidak perlu dipelajari. Mempelajari bahasa asing diperlukan sebagai media untuk mengenalkan bahasa dan budaya Sunda ke tingkat internasional.

Seminar daring ini digelar atas kerja sama Prodi Sastra Sunda Unpad dengan Paguyuban Mahasiswa Sastra Sunda (Pamass) Unpad. Acara dibuka secara resmi oleh Dekan FIB Unpad Prof. Aquarini Priyatna, M.A., M.Hum., PhD.*

Share this: