Laporan oleh Arif Maulana

[unpad.ac.id, 1/2/2021] Sistem pembelajaran jarak jauh melalui daring menjadi tantangan tersendiri selama pandemi Covid-19. Dosen memerlukan beragam inovasi dan strategi agar pembelajaran daring selama pandemi tetap dapat mencapai kompetensi yang diharapkan.
Dosen Departemen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Miryam Wedyaswari, M.Psi., Psikolog, menjelaskan, pada pembelajaran daring, dosen sebaiknya tidak mengandalkan sistem grading (penilaian) dan evaluasi. Sistem asesmen juga penting dikembangkan.
“Kita seringkali sebagai dosen lupa, kalau yang utamanya mahasiswa itu sudah benar-benar menguasai pembelajaran sesuai tujuan atau belum. Kita terkadang masih sibuk hanya melakukan penilaian,” ujar Miryam saat menjadi pembicara dalam “Workshop Metode Evaluasi Pembelajaran Mahasiswa yang Efektif pada Pembelajaran Daring” yang digelar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad secara virtual, Senin (1/2).
[irp]
Miryam menjelaskan, grading, evaluasi, dan asesmen merupakan metode yang berbeda. Grading merupakan proses memberikan nilai berdasarkan hasil ujian atau tugas yang ditempuh mahasiswa. Sementara evaluasi adalah proses menilai dan memutuskan sesuatu mengenai pembelajaran mahasiswa.
Secara makna, asesmen adalah upaya tentang bagaimana meningkatkan pembelajaran mahasiswa. Upaya ini bisa dilakukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan mahasiswa saat mengikuti suatu pembelajaran.
Miryam menilai, metode asesmen dinilai bisa diterapkan saat pembelajaran daring. Ini disebabkan, banyak sekali tantangan yang ditemui pada proses pembelajaran di era pandemi.
Jika dosen hanya mengandalkan grading dari ujian, proses ujiannya tentu tidak seketat pada saat luring. Aneka manipulasi tugas atau ujian pada pembelajaran daring bisa saja terjadi. Dosen, kata Miryam, bisa saja menjadi frustrasi.
“Kalau kita fokus ke proses, kemampuan apa yang di-improve sama mahasiswa, seenggaknya membuat kita tenang,” kata Miryam.
Untuk menerapkan asesmen ini, dosen dari awal harus tahu betul mata kuliah yang diampunya akan menghasilkan kompetensi apa, terlebih jika program studinya sudah menerapkan sistem outcome based education. Dari sini, dosen akan merencanakan asesmen apa yang akan dilakukan.
[irp]
Analoginya, mahasiswa tidak hanya dinilai dari ujian akhir saja, tetapi bagaimana dia bisa berproses selama mengikuti pembelajaran.
Lebih lanjut Miryam memaparkan, ada tiga pertanyaan yang harus selalu dijawab dosen saat mengembangkan rencana asesmen, antara lain capaiannya mau apa, seberapa autentik asesmennya, serta proses belajar seperti apa yang akan dikembangkan.
Ihwal autentik asesmen, Miryam menjelaskan, asesmen diupayakan semirip mungkin dengan situasi kehidupan nyata yang akan mahasiswa hadapi setelah kuliah. Semakin autentik, akan semakin membantu mahasiswa untuk mengembangkan kemampuannya dan akan lebih siap menghadapi kondisi pascakuliah nanti.
“Effort-nya memang besar, tapi reward-nya lebih besar. Mahasiswa jadi lebih menguasai dan lebih tahu apa yang harus dilakukan,” kata Miryam.*