Laporan oleh Arif Maulana

[unpad.ac.id, 2/2/2021] Roti menjadi salah satu bentuk makanan pokok nonberas yang banyak diminati masyarakat. Apalagi saat ini banyak masyarakat yang mulai meninggalkan beras sebagai konsumsi pangan pokok dan mulai menggantinya dengan makanan pokok nonberas.
Melihat tingginya minat masyarakat dalam mengonsumsi roti mendorong Dr. Titin Sulastri, M.M., mengembangkan roti berbahan tepung jahe merah. Roti ini bukan sekadar lahir dari kreativitas dapur, melainkan berdasarkan hasil penelitian disertasi Titin saat menempuh studi Doktoral di Program Studi Bioteknologi Universitas Padjadjaran.
Roti jahe merah memiliki kandungan antioksidan yang baik dibanding roti biasa. Ini didasarkan dari literatur bahwa roti tepung putih memiliki kapasitas antioksidan yang rendah.
[irp]
“Hasil uji yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa roti polos memiliki aktivitas antioksidan lemah 352,5 ppm, sedangkan roti dengan kandungan tepung jahe merah 6% memiliki aktivitas sedang 142,9 ppm,” ujar Titin saat diwawancarai Kantor Komunikasi Publik Unpad di kampus Sekolah Pascasarjana Unpad, Selasa (2/2).
Antioksidan pada roti jahe merah mampu membantu mengendalikan efek negatif dari radikal bebas, memperkuat imunitas, hingga memberi efek positif terhadap berat badan dan lingkar perut.
Lebih lanjut Dosen Universitas Advent Indonesia ini menjelaskan, jahe merah memiliki rasa yang jauh lebih pedas dibanding dua varietas jahe lainnya, yaitu jahe putih dan jahe gajah. Kandungan bahan kimia di dalamnya, yaitu senyawa fenol gingerol (23-25%), shogaol (18-25%) dan minyak esensial sebesar 2,58% – 3,9%, memiliki nilai lebih tinggi dibanding dua varietas jahe lainnya.
Senyawa fenol gingerol dilaporkan punya sejumlah manfaat, antara lain memiliki aktivitas antioksidan, menurunkan kadar kolesterol, serta memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung pada tekanan darah dan detak jantung.
Proses pembuatan roti jahe merah sendiri tidak berbeda dengan roti biasa. Bedanya, Titin menggunakan tepung jahe merah sebesar 6% dicampur tepung terigu (3%), ragi Saccharomyces cerevisiae serta bahan baku pembuat roti lainnya.
Ragi pada proses pembuatan roti diperlukan untuk mengembangkan adonan roti. Enzim pada ragi berfungsi memecahkan karbohidrat menjadi karbon dioksida, kemudian akan membentuk gelembung. Saat proses pemanggangan, gelembung ini akan terdistribusi.
Penambahan tepung jahe ternyata memiliki pengaruh berbeda untuk tingkat pengembangan adonan rotinya. Dari hasil penelitiannya, Titin menemukan bahwa penambahan tepung jahe merah sebesar 6% berpengaruh terhadap karakteristik fisik roti.
“Roti menjadi lebih ringan dan lebih pendek dengan diameter yang lebih kecil,” kata Titin.
Selain itu, meski dipanggang, kadar antioksidan pada tepung jahe masih terjaga, sehingga roti jahe merah memiliki kadar antioksidan yang lebih baik daripada roti biasa. Ini menunjukkan bahwa dengan metode pembuatan yang tepat, kandungan senyawa kimia pada jahe merah masih tetap terjaga.
[irp]
Kaya Manfaat
Saat melakukan penelitian, Titin melakukan pengujian roti kepada 24 relawan. Selama 14 hari, relawan mengonsumsi roti jahe dengan berat roti 50 gram.
Hasilnya, intervensi roti jahe merah pada relawan berpengaruh pada lingkar perut masing-masing. Terjadi penurunan lingkar perut sebesar 4,25%, sedangkan untuk berat badan mengalami penurunan sebesar 0,33%.
Penurunan lingkar perut tersebut memberikan efek positif dalam menurunkan obesitas. Ini dilakukan mengingat WHO sudah menetapkan standar untuk obesitas berdasarkan ukuran lingkar perut.
Kondisi obesitas dapat memacu stres oksidatif. Ini terjadi akibat adanya radikal bebas yang merusak sel tubuh. Adanya antioksidan yang baik pada roti jahe merah membantu mengendalikan efek negatif dari radikal bebas.
“Dalam penelitian ini konsumsi roti jahe memberi efek positif terhadap berat badan dan lingkar perut,” kata Titin.
Selain berpengaruh pada berat badan dan lingkar perut, Titin juga fokus mengkaji bagaimana pengaruh roti jahe terhadap kolesterol dan tekanan darah. Hasilnya ditemukan bahwa intervensi roti jahe merah pada relawan berpotensi meningkatkan kolesterol baik atau HDL sebesar 24.48%, dan menurunkan kadar kolesterol total sebesar 8,20%.
Intervensi roti jahe juga berpotensi menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 9,42% dan diastolik 9,09%.
Selain memiliki manfaat bagi tubuh, roti jahe merah juga memiliki umur simpan yang lebih lama, yaitu 8,83 hari. Sementara roti biasa berkisar di 4,25 hari.
Titin mengatakan, tepung jahe merah bisa berfungsi sebagai pengawet alami. Antioksidan mampu mengurangi terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, sehingga memperkecil terjadinya proses kerusakan pada makanan.
[irp]
Cumlaude
Disertasi berjudul “Aktivitas Antioksidan Roti Jahe Merah dengan Ragi Padat dan Efeknya Terhadap Profil Lipid dan Tekanan Darah Relawan Sehat” dipromotori Prof. Dr. Jutti Levita, M.Si., Dr. Ir. Marleen Sunyoto, M.P., dan Dr. Marvel Reuben Suwitono, M.Sc.,
Disertasi ini berhasil dipertahankan Titin dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar pada 21 Januari lalu. Hasilnya, Titin berhasil lulus dengan yudisium “Cumlaude”.
“Riset ini diharapkan tidak hanya jadi produk publikasi, tetapi dapat dikembangkan menjadi produk pangan Jawa Barat,” kata Titin.
Titin menilai prospek roti rempah sangat menjanjikan. Apalagi saat ini, banyak orang yang tertarik mengolah dan mengonsumsi rempah-rempah untuk menjaga kesehatan.
“Ke depan mungkin ada lagi roti berbasis rempah selain roti jahe merah. Mungkin orang akan banya tertarik karena ini sesuatu yang berbeda,” pungkasnya.*