
[unpad.ac.id] Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Komjen Pol. Firli Bahuri menyebut, perilaku korupsi memiliki formula yang umum terjadi. Seseorang akan mudah melakukan korupsi karena adanya kekuasaan ditambah kesempatan serta didukung oleh rendahnya integritas.
“Korupsi ada karena ada kekuasaan, ditambah kesempatan, dikuranginya integritas,” ungkap Firli saat memberikan kuliah umum secara daring dari ruang Executive Lounge Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Rabu (17/3) siang.
Firli menjabarkan, setidaknya ada enam penyebab seseorang bisa terseret kasus korupsi berdasarkan literatur. Penyebab pertama adalah karena faktor keserakahan.
Fakta empiris menunjukkan, para koruptor rata-rata tidak ada yang kekurangan. “Rumah mereka tidak satu, mobil tidak satu, bahkan istri juga tidak satu. Kalau punya istri satu, pacarnya lebih dari satu. Ini fakta,” bebernya.
Penyebab kedua adalah adanya kesempatan. Kesempatan ini erat kaitannya dengan kekuasaan. Sulit bagi seseorang melakukan korupsi kalau tidak punya kesempatan. Sementara kesempatan akan ada jika ia memiliki kekuasaan.
Firli Bahuri melanjutkan, penyebab berikutnya adalah karena kebutuhan. Namun, bukan terkait kebutuhan hidup. Melainkan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup.
“Seberapa tinggi pendapatannya, tidak akan pernah cukup kalau digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidupnya,” kata Firli.
Sebab keempat adalah rendahnya ancaman hukuman yang diterima. “Dia sudah hitung, korupsi segini ancamannya 5 tahun. Nanti divonis 2 tahun, dapat remisi 6 bulan, lalu bebas karena 17 Agutus. Itu yang menyebabkan orang melakukan korupsi karena hukumannya rendah,” jelasnya.
Penyebab lainnya adalah gagalnya sistem sehingga membuat orang berpeluang korupsi. Terakhir, kata Firli, adalah lemahnya integritas.
Menurutnya, faktor integritas bisa meningkat dan menurun. “Hari ini bisa tinggi, suatu saat integritasnya bisa turun. Punya integritas tinggi juga bisa terjerembap ke kasus korupsi,” kata Firli Bahuri.
Perkuat Sinergi
Menurut Firli, tugas KPK bukan sekadar melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Ada enam tugas pokok yang diemban KPK berdasarkan Undang-undang.
“OTT itu alat/instrumen. Tapi itu bukan tugas utama KPK,” tuturnya.
Tugas pertama adalah melakukan tindakan pencegahan supaya tidak terjadi korupsi. Kedua, berkoordinasi dengan instansi berwenang dalam melakukan tindak pemberantasan korupsi. Terkait tugas ini, koordinasi dengan berbagai pihak mutlak dilakukan KPK.
“KPK tidak haram melakukan koordinasi supaya tidak terjadi korupsi, termasuk di dunia pendidikan,” ucap Firli.
Tugas ketiga, melakukan monitoring atas penyelenggaraan pemerintahan negara. Keempat, KPK melakukan supervisi terhadap instansi berwenang yang melakukan pemberantasan korupsi. Dalam hal ini adalah supervisi terhadap kejaksaan dan kepolisian.
Dua tugas selanjutnya, kata Firli, melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, serta melaksanakan putusan hakim dan pengadilan yang sudah memperoleh putusna hukum tetap.
Menyadari bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan KPK, lembaga antirausah ini pun banyak menjalin sinergi dengan seluruh elemen bangsa. Upaya ini terwujud ke dalam visi KPK sejak 2019.

Pendidikan Antikorupsi
Upaya pemberantasan korupsi bisa dimulai sejak dari tingkat sekolah. Karena itu, Rektor Unpad Prof. Rina Indiastuti telah berkomitmen tinggi dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi di Unpad.
“Sudah sekian tahun ke belakang kami menyelenggarakan pendidikan antikorupsi dan mendapat pendampingan dari KPK. Kami juga menjalankan amanat UU bahwa pemberantasan tindak korupsi hendaknya dilakukan sejak kuliah,” kata Rektor.
Pendidikan antikorupsi ini juga didukung sejumlah peraturan di tingkat kementerian. Ini berarti, kebutuhan akan pendidikan antikorupsi sangat mutlak.
“Pendidikan antikorupsi ternyata tidak hanya dipelajari, tetapi diamalkan dan dipraktikkan. Yang penting perilaku antikorupsi harus sepanjang hayat,” kata Rektor.
Acara kuliah umum ini juga diisi dengan pemaparan dari Ketua Klinik Antikorupsi FH Unpad Dr. Sigid Suseno, M.Hum.*