Unpad Lakukan Digitalisasi Terhadap Karya Tulis Haji Hasan Mustapa

Hasan Mustapa
Ketua Pusat Studi Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Universitas Padjadjaran Prof. Ganjar Kurnia melihat koleksi tulisan tangan Haji Hasan Mustapa yang berhasil dikumpulkan dan dijaga oleh ahli waris keluarga Wangsaatmadja di Masjid Al-Hamid, Jatihandap, Bandung, Kamis (3/6) lalu. (Foto: Dadan Triawan)*

[unpad.ac.id] Universitas Padjadjaran melalui Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDP BS) melakukan digitalisasi terhadap lima belas buku karya pujangga Sunda Haji Hasan Mustapa.

Penyerahan buku secara simbolis dilakukan oleh perwakilan ahli waris keluarga Wangsaatmadja Hasan Wangsaatmadja kepada Ketua PDP BS Unpad Prof. Ganjar Kurnia di Masjid Al-Hamid, Jatihandap, Bandung, Kamis (3/6) lalu.

Saat diwawancarai Kantor Komunikasi Publik Unpad, Prof. Ganjar menjelaskan, buku tersebut merupakan versi yang sudah diketik dan dikumpulkan oleh Wangsaatmadja. Beberapa koleksi ada yang masih berupa tulisan tangan dari Hasan Mustapa.

“(Secara khusus) buku tersebut diserahkan ke kita karena PDP BS Unpad lebih ke arah digitalisasi. (Sesuai) tagline kita ‘Menyelamatkan Peradaban’,” ujar Prof. Ganjar.

Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad tersebut mengatakan, seluruh buku akan dilakukan digitalisasi. Usai didigitalisasi, dokumen fisik akan dikembalikan kepada ahli waris keluarga Wangsaatmadja.

Haji Hasan Mustapa sendiri merupakan pujangga besar yang juga seorang ulama Tatar Pasundan yang lahir di Cikajang, 5 Juni 1851. Karena itu, lima belas buku tersebut tidak hanya merupakan karya sastra, tetapi juga berisi perbincangan tentang agama, hingga kebudayaan Sunda. Karya tersebut ditulis Hasan Mustapa medio 1880 hingga 1900an.

Rektor ke-10 Unpad ini mengungkapkan, buku ini merupakan dokumen penting dalam hal perkembangan bahasa dan budaya Sunda. Untuk itu, proses digitalisasi dilakukan agar rekam jejak pemikiran dan karya Hasan Mustapa di bidang kebudayaan Sunda maupun Islam bisa diketahui lebih luas.

Nantinya, buku yang sudah didigitalisasi bisa menjadi bahan penelitian bagi para akademisi. Selain itu, akademisi maupun masyarakat juga bisa melakukan perbandingan mengenai kondisi Sunda yang tecermin dalam buku dengan situasi saat ini.

“Banyak juga orang yang tidak tahu siapa itu Haji Hasan Mustapa. Orang lebih kenal sebagai nama jalan, tapi sosoknya siapa mungkin banyak yang tidak tahu,” kata Prof. Ganjar.*

Share this: