Hilangkan Disparitas, Perguruan Tinggi Indonesia Harus Bersinergi

infrastruktur
Gedung Rektorat Unpad.(Foto: Kantor Komunikasi Publik Unpad)*
resesi
Prof. Arief Anshory Yusuf, S.E, M.Sc., Ph.D. (Foto: Tedi Yusup)*

[unpad.ac.id] Setiap perguruan tinggi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. Baik dari segi kepakaran yang dimiliki maupun kondisi kearifan lokal dari masyarakat di sekitarnya. Adanya heterogenitas ciri khas perguruan tinggi tersebut semestinya menjadi kekuatan yang harus dioptimalkan.

Universitas Padjadjaran memiliki kesempatan besar untuk menyatukan heterogenitas tersebut menjadi kekuatan yang bisa berguna bagi masyarakat. Pasca-ditetapkan sebagai Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) 2021-2023, Unpad memiliki tugas penting untuk menyatukan hal tersebut.

Ketua Dewan Profesor Unpad yang telah dikukuhkan sebagai Ketua FDGBI Prof. Arief Anshory Yusuf mengatakan, heterogenitas tersebut seakan menjadi cadangan peluru yang cukup untuk menjawab tantangan ke depan yang semakin kompleks.

“Para anggota FDGBI merupakan gabungan dari seluruh perguruan tinggi se-Indonesia, tidak hanya perguruan tinggi elite, sehingga sangat bervariasi dari segi keahlian serta pengetahuan kelokalan dari masyarakatnya,” ungkap Prof. Arief.

Prof. Arief menilai, dengan gabungan dari seluruh institusi, otomatis setiap perguruan tinggi anggota forum juga akan mengikutsertakan seluruh guru besarnya. Dengan demikian, diharapkan beragam tantangan yang terjadi di masyarakat mampu diselesaikan oleh berbagai pemikiran dari para guru besar.

Meski demikian, heterogenitas atau kebinekaan yang ada dari perguruan tinggi di Indonesia harus tetap disinergikan sehingga mampu membawa kemajuan. Jangan sampai, kebinekaan itu malah memunculkan disparitas antar perguruan tinggi.

Karena itu, usai menggelar kongres ketiga yang digelar Senin (26/7) dan Selasa (27/7) kemarin, forum mulai bergerak pasti. Prof. Arief menjelaskan, hal utama yang dilakukan adalah memetakan kekuatan pada tubuh organisasi.

“Sering organisasi kurang bisa memetakan kekuatan diri sehingga relevansi berkurang ketika ada isu muncul di masyarakat,” kata Prof. Arief.

Hal penting selain pemetaan kekuatan adalah konsisten menjalankan organisasi. Prof. Arief mengungkapkan, salah satu upaya untuk menjaga konsistensi dalam berorganisasi adalah istikamah kepada misi organisasi.

“Agar lebih terarah, istikamah dengan misi dan jangan terlalu banyak misi. Hal yang perlu dilakukan adalah menyusun misi dan jangan terlalu banyak agenda. Cari agenda prioritas dan konsisten lakukan agenda itu,” ujarnya.

Susun Rekomendasi

Tidak bisa dimungkiri, perguruan tinggi Indonesia dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Tantangan ini mendorong perguruan tinggi menghasilkan paradigma dan orientasi baru. Salah satunya adalah menghilangkan stigma menara gading, tetapi sebagai “menara air” yang menjadi inspirasi dan solusi dalam menghadapi tantangan baru tersebut.

Prof. Arief menjelaskan, dari tiga darma utama perguruan tinggi, forum menetapkan dua isu utama yang menjadi tantangan perguruan tinggi, yaitu tantangan riset dan pendidikan, serta relasi antara kampus, masyarakat, dan negara.

“Kita memilih dua isu ini karena memang masih banyak isunya yang belum terjawab dan sifatnya jangka panjang,” kata Prof. Arief.

Berdasarkan hasil rekomendasi tersebut, FDGBI sudah merekomendasikan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan dari dua isu tersebut. Untuk isu riset dan pendidikan, rekomendasi yang diajukan di antaranya pengoptimalan resource sharing antar universitas dalam hal riset, publikasi, dan penyelenggaraan program bersama; pengidentifikasian lebih banyak pusat unggulan, hingga pembinaan antar perguruan tinggi secara berjenjang.

Prof. Arief mengatakan, salah satu hal urgensi yang perlu dilakukan adalah mengupayakan para dosen yang potensial untuk tidak terjebak dalam pengelolaan administrasi. “Ini seperti low hanging fruit, melakukannya tidak susah tetapi efeknya lumayan,” imbuhnya.

Sementara untuk isu relasi dan sinergi, forum mendorong para peneliti hingga guru besar di setiap universitas bisa saling bersinergi, sehingga diharapkan kualitas riset dan pembelajaran antar perguruan tinggi tidak terjadi lagi disparitas.

“Ini kenapa menjadi prioritas karena (kita) tidak bisa lagi menunggu. Tantangan datang dengan cepat,” kata Prof. Arief.*

Hasil Kongres Forum Dewan Guru Besar Indonesia 26 – 27 Juli 2021.

Share this: