Mengenal Kondisi “Burnout”: Penyebab dan Cara Mencegahnya

burnout
Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Iceu Amira DA, S.Sos., S.Kep., Ners., M.Kes., menjadi pembicara pada Webinar dan Talkshow “Say No to Burnout: Be More Productive” yang digelar Mahasiswa Program Profesi Ners Fkep Unpad pada Minggu (8/8).

[unpad.ac.id] Situasi pandemi yang tidak menentu kerap membuat seseorang rentan mengalami “burnout”. Jika tidak dicegah, ”burnout” dapat mengganggu kualitas hidup hingga menurunkan produktivitas bekerja.

“Kalau kelelahan secara fisik saja dengan istirahat bisa selesai. Kalau kelelahan emosional, dengan istirahat saja belum tentu selesai. Maka harus ada intervensinya,” kata Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Iceu Amira DA, S.Sos., S.Kep., Ners., M.Kes.

Iceu menyampaikan presentasi mengenai “burnout” pada Webinar dan Talkshow “Say No to Burnout: Be More Productive” yang digelar Mahasiswa Program Profesi Ners Fkep Unpad pada Minggu (8/8).

Iceu menjelaskan, “burnout” merupakan sindrom psikologis yang disebabkan adanya rasa kelelahan yang luar biasa, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Dampaknya, seseorang dapat kehilangan minat dan motivasi.

Menurutnya, “burnout” dapat  mengurangi produktivitas dan menguras energi sehingga membuat seseorang merasa tidak berdaya, putus asa, lemah, dan cepat marah.

“Jika mengalami dalam waktu yang lama, akan berdampak pada kehidupan sosial terutama pekerjaannya,” kata Iceu.

Untuk mencegahnya, Iceu menekankan pentingnya menjaga keseimbangan hidup. Butuh pengelolaan waktu yang baik kapan harus bekerja dan mengerjakan hal lainnya. Selain itu, kemampuan mengelola stres pun menjadi penting.

“Juga mengubah gaya hidup, atur olah raga, atur pola makan akan, mengelola stres kita. Dengan demikian kita bisa mengurangi terjadinya ‘burnout’. Karena jika terjadi  secara berlebihan, mengembalikan ke awal itu sulit,” ujar Iceu.

Terjadi pada Siapa Saja

Pembicara lain, dosen Fkep Unpad Indra Maulana S.Kp., Ners., M.M., menuturkan, “burnout” biasanya terjadi akibat pekerjaan yang menumpuk dan terlalu berat. Kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja, bukan hanya dari kalangan pekerja.

Ibu rumah tangga misalnya, rentan mengalami “burnout” di masa pandemi ini karena menghadapi banyak pekerjaan rumah, ditambah dengan tugas menemani anak sekolah daring.

Tenaga medis pun rentan mengalami “burnout” karena harus menghadapi banyaknya pasien akibat pandemi. Begitu juga dengan pekerja lainnya yang harus menghadapi banyak pekerjaan terlebih dengan situasi keterbatasan di tengah pandemi.

 “Kita harus kelola waktu supaya tidak terjadinya stres yang berkepanjangan karena pekerjaan yang menumpuk,” kata Indra.

Selain terjadi gangguan psikologis, Indra mengatakan bahwa “burnout” juga dapat mengakibatkan gangguan fisik, seperti sakit pada lambung dan imunitas menurun.

Selain dari pekerjaan yang banyak dan terlalu berat, Penyebab “burnout” sendiri bisa berasal  dari gaya hidup yang penuh tekanan, serta kemampuan adaptasi seseorang dalam menghadapi masalah.

Sementara itu, dosen Fkep Unpad lainnya Titin Suntini, S.Kep., Ners., M.Kep mengatakan pentingnya meluangkan waktu (me time) dengan berbagai aktivitas untuk menyegarkan otak . Hal ini untuk menghindari kejenuhan yang dapat berujung pada kondisi “burnout”.

“Kalau sudah jenuh, me time. Ambil waktu me time kita yang kayak gimana. Setiap orang berbeda-beda,” ujarnya.

Selain itu, perlunya mencari dukungan dari orang lain agar bisa terus berpikir positif. Perilaku juga harus dijaga agar tetap positif, serta didukung oleh aktivitas spiritual.(arm)*

Share this: