Pengetahuan Lokal Bisa Menopang Pembangunan Berkelanjutan

Guru BEsar Etnobiologi Unpad, Prof. Johan Iskandar saat menjadi pembicara dalam kegiatan "World Migratory Bird Day", Sabtu (10/05) di Kampus Magister Ilmu Lingkungan Unpad, Bandung (Foto: Arief Maulana)
pembangunan berkelanjutan
Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc., menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Biologi dan Pembangunan Berkelanjutan” yang digelar secara daring Sabtu (18/9).

[unpad.ac.id] Keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya yang menjadi basis dari pengetahuan lokal merupakan modal penting pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia ini akan sangat menguntungkan jika dapat dioptimalkan.

“Indonesia itu sesungguhnya luar biasa dianugerahi Tuhan dengan aneka ragam hayati yang tinggi termasuk keanekaragaman etniknya dengan dicerminkan dengan bahasa-bahasa lokalnya,”ujar Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc., pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Biologi dan Pembangunan Berkelanjutan” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara daring Sabtu (18/9).

Menurut Prof. Johan, saat ini telah banyak dilakukan kajian dari berbagai disiplin ilmu berbasis pengetahuan masyarakat lokal, seperti etnobiologi, etnoekologi, etnobotani, dan lain-lain. Selain untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan publikasi penelitian, kajian ini juga dapat menopang pembangunan berkelanjutan.

 “Harapannya, hasil praktisnya untuk membantu program pembangunan berkelanjutan,” kata Prof. Johan.

Salah satu contoh, penemuan obat baru dapat dilakukan dengan mengkaji dari pengetahuan lokal penduduk yang sudah dipraktikkan turun temurun. Pengetahuan lokal tersebut, jika dikaji lebih lanjut dan dikombinasikan dengan pengetahuan modern, dapat dihasilkan penemuan baru untuk menopang pembangunan berkelanjutan.

Menurut Prof.  Johan, kajian etnobiologi dan etnoekologi tidak mengkaji aspek biologi dan sosial secara parsial, tetapi menjadi kajian yang holistik bersifat multi atau transdisiplin. Dengan demikian kajian tidak dapat dilakukan secara monodisiplin.

“Hasil kajian itu mungkin untuk hilirisasinya masih perlu dilanjutkan dengan banyak berkolaborasi dengan berbagai bidang ilmu. Harapannya, berbagai pengetahuan dan pengelolaan lokal juga harus dihibridkan atau dikombinasikan dengan pengetahuan barat sehingga sangat berguna untuk pembangunan berkelanjutan yang sekarang sifatnya memperhatikan masyarakat bukan saja bersifat top down,” ujarnya.*

Share this: