
[Kanal Media Unpad] Hilirisasi riset menjadi tantangan yang harus diwujudkan akademisi di perguruan tinggi. Namun, jalan hilirisasi riset di tingkat industri tidak selamanya mulus. Perbedaan kualitas produksi antara skala laboratorium dengan skala industri menjadi salah satu penyebabnya.
Kondisi ini disiasati oleh Dosen Departemen Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran Nandi Sukri, M.Si. Selama pandemi, Nandi dan tim Teknologi Pangan Unpad mengembangkan riset dasar mengenai bumbu masak instan lalu berhasil memproduksinya dalam skala cukup besar.
Kunci kesuksesan hilirisasi yang dilakukan Nandi ada pada model “Industri Hybrid”. Model industri hybrid ini dinilai mampu mempercepat hilirisasi riset, khususnya bidang pangan, di tingkat industri.
Strategi tersebut lahir dari pengalaman Nandi yang dihadapkan besarnya tantangan hilirisasi dari riset skala laboratorium. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan produksi skala laboratorium menjadi skala industri besar dengan rasa produk yang konsisten.
“Riset ekstrak rempah jika diaplikasikan di industri tantangannya lebih besar. Produksi skala laboratorium jika di-scale up lebih pasti ada parameter yang berubah, dan rasanya pun berbeda,” ujar Nandi.
Tantangan lainnya adalah belum semua riset mampu menjawab apa yang dibutuhkan pelaku industri. Nandi mengatakan, industri akan mempertimbangkan seberapa besar profit yang diperoleh jika produk riset ini diproduksi dalam skala besar. Hal ini yang acapkali sulit dijawab oleh para peneliti di perguruan tinggi.
Di sisi lain, dengan alat yang dimiliki industri belum tentu mau memproduksi produk hilirisasi dengan skala menenengah. Untuk itu, dibutuhkan jembatan yang dapat mengakomodasi kualitas produksi dari produk riset sebelum siap dilempar ke pasar yang lebih besar.
Lebih lanjut Nandi menjelaskan, industri hybrid dapat membantu hilirisasi riset dasar. Dikatakan hybrid karena pengelola/praktisinya merupakan akademisi atau penelitinya langsung.
“Jadi peneliti bisa sebagai perekayasa produk di level menengah dan juga bisa menjadi pengambil keputusan secara langsung. Jika di industri besar, pengambil keputusan ada pada level direktur,” ujar Nandi.
Singkatnya, pada industri hybrid, peneliti juga berperan sebagai pembaca pasar, menyusun model bisnisnya, hingga melakukan rekayasa produk agar produk bisa konsisten, tidak berubah parameternya, dan kompetitif di pasar.
Nandi mengatakan, jika produksi di skala menengah melalui industri hybrid sudah berjalan baik, dapat dilanjutkan ke skala industri besar. Diharapkan, peningkatan kapasitas di skala besar tidak banyak mengubah parameter riset yang dihasilkan.
“Kalau dari skala lab di-scale up langsung ke industri besar, kadang-kadang kita tidak optimistis dan parameternya banyak berubah,” kata Nandi.
Diharapkan model industri hybrid ini dapat juga diaplikasikan di bidang keilmuan lainnya. Gap besar antara riset laboratorium dan industri diharapkan dapat berkurang. “Terkadang kita melewatkan tahapan ini,” pungkasnya.*