Tiga Strategi Sederhana Wujudkan Indonesia Bebas Karies 2030

Guru Besar
Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Eriska Riyanti, dr., SpKGA., menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Kesehatan Gigi Anak Masa Depan” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu (26/2/2022).*

[Kanal Media Unpad] Kementerian Kesehatan mencanangkan Indonesia harus bebas karies pada 2030. Pencanangan ini dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, salah satunya masih tingginya angka prevalensi karies di Indonesia.

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Eriska Riyanti, dr., SpKGA, ada tiga strategi sederhana yang bisa dilakukan dalam mewujudkan target ini.

“Tantangan (mewujudkan Indonesia bebas karies) ini bukan hanya bagi tenaga kesehatan saja, tetapi juga masyarakat umum,” kata Prof. Eriska pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Kesehatan Gigi Anak Masa Depan” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu (26/2/2022).

Strategi pertama adalah meningkatkan upaya preventif dan promotif terkait pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Prof. Eriska menjelaskan, strategi ini menggeser upaya sebelumnya yang lebih menekankan aspek tindakan/kuratif. Dengan pergeseran ini, penekanan upaya kini lebih berfokus pada aspek pencegahan dan promotif.

Edukasi mengenai pemberian fluoride dalam upaya pencegahan karies harus dilakukan. Fluoride memiliki kemampuan luar biasa dalam mencegah karies.

Lebih lanjut guru besar Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Anak ini menuturkan, pemberian fluoride memiliki dua macam, yaitu secara sistemik dan topikal. Pemberian sistemik dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman yang mengandung fluoride dan kalsium.

Sementara secara topikal dilakukan melalui pemberian oleh tenaga profesional maupun secara mandiri dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride.

Strategi kedua adalah menerapkan teknik perawatan gigi dan mulut yang mudah tetapi dengan teknologi tinggi. Prof. Eriska menjelaskan, perkembangan teknologi yang signifikan seyogianya memudahkan masyarakat untuk mempelajari teknik perawatan gigi dan mulut secara mudah.

Selain itu, saat ini juga telah berkembang sejumlah teknologi dan perangkat yang memudahkan dalam melakukan perawatan gigi. Mulai dari produk perangkat lunak kecerdasan buatan untuk proses diagnosis maupun tindakan, sikat gigi pintar, layanan teledentistry, hingga layanan media augmented reality.

“Orang tua juga seharusnya harus paham bahwa perawatan gigi dan mulut juga memerlukan teknologi seperti ini,” kata Prof. Eriska.

Strategi terakhir adalah penguatan kapasitas SDM di bidang kedokteran gigi. Seluruh mahasiswa, khususnya profesi kedokteran gigi harus dibekali berbagai kompetensi yang dibutuhkan saat terjun ke masyarakat.

Selain itu, pembekalan para dokter gigi sebelum terjun ke masyarakat, pembaruan ilmu pengetahuan baru, hingga penyebaran tenaga medis yang merata.*

Share this: