Jadi Simbol dan Bernilai Sejarah, Bangunan Bersejarah Kota Garut Harus Dipelihara

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Kunto Sofianto, M.Hum., PhD, membacakan orasi ilmiah berjudul “Preservasi dan Konservasi Simbol Kota Garut” berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Guru Besar bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Unpad pada upacara pengukuhan yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Selasa (29/3/2022). (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Perkembangan fisik Kota Garut dari awal, terutama sejak 1821 – 1942 sangat teratur, rapi, dan terencana. Tidak heran jika kota ini mendapat julukan “Swiss van Java”. Namun, pembangunan Garut pascakemerdekaan dinilai menjadi semrawut.

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran yang menaruh perhatian terhadap sejarah Kota Garut Prof. Kunto Sofianto, M.Hum., PhD, mengungkapkan, ada tiga faktor yang dinilai berubah dari pengembangan Garut di era awal dengan di era pascakemerdekaan. Tiga faktor tersebut yaitu bangunan, ruang, dan rasa memiliki warganya.

“Pertumbuhan Kota Garut setelah kemerdekaan tidak terkendali sehingga wajah tata-kotanya menjadi semrawut. Banyak gedung warisan masa lalu sebagai heritage  tidak terurus atau dibongkar tanpa mengindahkan aspek historisnya. Tentu saja, keaslian tata kota Garut menjadi rusak,” kata Prof. Kunto.

Hal tersebut disampaikan Prof. Kunto saat membacakan orasi ilmiah berjudul “Preservasi dan Konservasi Simbol Kota Garut” berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Guru Besar bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Unpad pada upacara pengukuhan yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Selasa (29/3/2022).

Dari perspektif bangunan, Garut memiliki banyak bangunan sejarah yang dibangun sejak periode awal hingga 1942. Bangunan ini menjadi ciri identitas Garut kala itu, di antaranya alun-alun, pendopo, rumah Bupati, masjid agung, gedung Asisten Residen, stasiun, hingga gereja.

Selepas kemerdekaan, kata Prof. Kunto, banyak gedung-gedung bersejarah yang telantar dan tidak dipelihara dengan baik. Beberapa di antaranya rusak, diubah, atau sengaja dirusak oknum tertentu demi mengejar keuntungan.

Menurut Prof. Kunto, upaya pelestarian warisan budaya Garut oleh Pemkab perlu mengikutsertakan peran aktif warganya, terutama generasi muda. Warisan budaya yang menjadi simbol Garut penting dipelihara agar generasi muda tetap kenal asal-usulnya.

“Hemat saya, setelah gedung heritage yang  dihancurkan dan dijadikan ‘baru’,  maka kejadian itu akan berulang kembali, yakni bangunan ‘‘baru” itu di masa  mendatang akan dihancurkan pula untuk diganti dengan yang ‘baru’ lagi,” paparnya.

Dalam perspektif ruang, Prof. Kunto menilai pusat kegiatan saat ini jangan terkonsentrasi di pusat kota, atau Kecamatan Garut Kota. Aktivitas ruang harus seimbang antara wilayah utara, selatan, dan barat, sehingga perkembangan Garut akan terbangun secara seimbang.

Selain itu, aktivitas kota jangan tumpang tindih dengan ruang atau bangunan peninggalan sejarah yang menjadi simbol Garut. Karena itu, Pemkab harus dapat membuat perencanaan kota yang partisipatif, dengan menyertakan warga Garut agar keberadaan ruang sebagai bagian dari masa lalu tetap terjaga.

“Demikian juga kebutuhan ruang untuk masa sekarang dan yang akan datang dapat ditata sedemikian rupa sehingga tercipta pola pengembangan kota yang seimbang antara perspektif peninggalan sejarah dan perspektif masa depan,” terangnya.

Pada perspektif rasa memiliki, umumnya masyarakat asli Garut memiliki perasaan untuk ikut serta melestarikan warisan budaya dan sejarah Garut. Namun, kata Prof. Kunto, kekuatan untuk menyuarakan sikap tersebut tidak kuat, sehingga akhirnya apatis dan tidak lagi memiliki kebanggaan terhadap kotanya.

Untuk meningkatkan rasa memiliki tersebut, seluruh aparatur Pemkab mestinya menguatkan semangat memiliki Garut. Kendati bukan warga asli, rasa memiliki terhadap Garut harus sudah tidak diragukan.

“Siapapun yang duduk sebagai eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif, yang penting adalah mereka concern dan memiliki kecerdasan spiritual dalam memelihara warisan budaya  yang menjadi identitas dan simbol Kota Garut,” ujarnya.*

Share this: