Atasi Fobia Jarum Suntik, Teknik “Venipuncture” Perlu Alternatif Lain

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. apt. Aliya Nur Hasanah. M.Si., menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Teknik Sampling Darah: Kini dan Nanti” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (23/4/2022) lalu.*

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. apt. Aliya Nur Hasanah. M.Si., mengatakan bahwa ada urgensi untuk menemukan metode pengambilan sampel darah alternatif dari metode yang umum digunakan saat ini, yaitu venipuncture. Urgensi tersebut di antaranya muncul akibat situasi pandemi, belum meratanya aksesibilitas pasien ke klinik atau rumah sakit, serta adanya fobia jarum (needle phobia).

“Itu yang menyebabakan adanya urgensi metode sampling lain selain venipuncture yang umum digunakan, untuk kemudian nanti pasien bisa melakukan self sampling,” ujar Prof. Aliya pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Teknik Sampling Darah: Kini dan Nanti” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (23/4/2022) lalu.

Dalam paparannya, Prof. Aliya mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait penggunaan venipuncture.

Venipuncture ini merupakan metode yang invasif karena kita memasukan jarum dan otomatis ini untuk beberapa orang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan,” ujanya.

Selain itu, bagi beberapa pasien, penggunaan venipuncture juga memiliki risiko infeksi, kerusakan syaraf, dan kesulitan menentukan vena yang cocok. Untuk bayi prematur, pengambilan sampel darah yang terus menerus juga dapat menyebabkan risiko anemia.

Sementara bagi tenaga kesehatan, penggunaan venipuncture juga memiliki risiko infeksi karena jarum suntik.

“Berdasarkan penelitian ini ada di rate 3 dari 1000 tenaga kesehatan yang mengalami infeksi dari jarum suntik. Dan concern ini terutama ketika infeksi yang terjadi akibat dari hepatitis dan HIV,” ujar Prof. Aliya.

Penggunaan metode venipuncture juga membutuhkan personel yang khusus, sehingga klinik atau rumah sakit harus menyediakan personel terlatih. Dengan demikian, pasien harus ke rumah sakit atau klinik untuk proses pengambilan sampel.

“Untuk yang lokasi di pedesaan, ketika kita menggunakan venipuncture maka darah yang sudah diambil dari tubuh pasien itu harus dibawa dengan transportasi tertentu karena harus dalam kondisi dingin dan untuk beberapa lokasi mungkin sampel akan lebih sulit disimpan dan dibawa ke klinik dan akan menyebabkan terjadinya penambahan biaya untuk transportasi,” ujar Prof. Aliya.

Diharapkan Prof. Aliya, pengembangan metode sampling nantinya dapat mengatasi permasalahan tersebut hingga memungkinkan adanya self sampling dari pasien. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan instrument analisis yang saat ini semakin modern.

Prof. Aliya pun memaparkan mengenai sejumlah teknik sampling darah yang saat ini telah dikembangkan, yakni melalui blood microsampling atau  pengambilan darah dengan skala yang lebih rendah. Beberapa teknik yang telah dikembangkan di antaranya capillary microsampling, dried blood spot, dried plasma spot, Volumetric Abosrptive Microsampling (VAMS), dan injeksi menggunakan microneedle.

Prof. Aliya mengatakan bahwa ke depannya penelitian lanjutan terkait hal ini perlu dilakukan.

“Banyak hal yang masih harus dilakukan untuk kemudian kita betul-betul bisa punya teknik sampling darah yang bisa equivalen dengan venipuncture bahkan mungkin menggantikan teknik venipuncture,” ujar Prof. Aliya.

Beberapa kebutuhan penelitian tersebut di antaranya dibutuhkan terkait sensitivitas dari teknik anailsis. Prof. Aliya menjelaskan, jika dilakukan proses pengambilan sampel dengan skala yang lebih rendah maka membutuhkan teknik analisis yang lebih sensitif.

Selain itu, kesesuaian hasil antara teknik venipuncture dengan alternatif sampling juga membutuhkan banyak penelitian. Terkait proses penyuntikan yang minim rasa sakit juga membutuhkan eksplorasi terkait material yang sesuai, di antaranya mampu masuk ke dalam kulit tanpa rusak, berukuran baik, dan menggunakan bahan yang mudah teregradasi sehingga ramah bagi lingkungan.

“Harapannya ketika teknik sampling alternatif ini sudah tersedia, sudah establish, ini kemudian secara aplikasi bisa digunakan untuk telemedicine, di mana pasien bisa mengambil darahnya sendiri kemudian bisa dilakukan proses telemedicine dengan dokter,” harapnya.*

Share this: