Mengenal Ameloblastoma, Tumor Rahang Jinak tapi Agresif

Suasana
Suasana kuliah bertema “Molecular and Genetic Aspects in Pathogenesis of Ameloblastoma” yang disampaikan dosen Universiti Brunei Darussalam Sholachuddin J.A. Ichwan, DDS, PhD, di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Selasa (21/6/2022).*

[Kanal Media Unpad] Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran melalui Kantor Unit Internasionalisasi serta Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial menggelar kuliah tamu dari Universiti Brunei Darussalam Sholachuddin J.A. Ichwan, DDS, PhD, untuk memberikan kuliah secara daring, Selasa (21/6/2022).

Dikutip dari laman FKG Unpad, kuliah yang bertema “Molecular and Genetic Aspects in Pathogenesis of Ameloblastoma” ini membahas mengenai ameloblastoma atau tumor rahang jinak.

Dekan FKG Unpad Dr. Dudi Aripin, drg., SpKG, Subsp.KR(K), saat membuka kuliah mengatakan, ameloblastoma merupakan tumor jinak yang biasanya muncul di sekitar gigi molar atau geraham. Namun, jika tidak ditangani dalam waktu lama akan menjadi agresif, tumbuh, serta berpotensi merusak jaringan sekitar, terutama tulang rahang dan gigi molar tempat dia berada.

Kasus tumor rahang jinak ini terus meningkat di negara berkembang. Sayangnya, kasus ini belum mendapatkan perhatian yang cukup. “Dalam penanganannya kita tidak hanya sekadar melakukan operasi, melainkan juga perlu memperhatikan aspek-aspek molekuler dan genetik agar memberikan hasil terbaik setelah pembedahan,” kata Dudi.

Sementara itu Scholaduddin memaparkan, beberapa literatur menyebut bahwa kasus ameloblastoma hanya terjadi satu persen kemungkinan penduduk di dunia. Kebanyakan menyerang pada gigi molar.

“Satu-satunya cara untuk mengobatinya adalah operasi, dipotong mandibulanya tidak seperti kista. Banyak penelitian menyebutkan bahwa meskipun jinak, tumor ini agresif dan efeknya sangat parah sekali,” ujarnya. 

Kasus ini kebanyakan terjadi di India, Cina, dan Nigeria. Sampai saat ini, etiologi faktor penyebab ameloblastoma masih belum jelas, baik dari etiologi secara fisik, kimia, maupun molekulernya.

Kendati demikian, ameloblastoma berhubungan dengan sisa-sisa epitel dari cervical loop. Namun, prosesnya masih dicari oleh peneliti. Biasanya, ameloblastoma berhubungan erat dengan pertumbuhan kista.

Scholachuddin mengatakan, mekanisme molekuler ameloblastoma masih memerlukan pendalaman kajian dan riset dengan memperbanyak jumlah sampel dan area riset. Hal ini bisa dilakukan dimulai dari kawasan Asia Tenggara. “Manfaatnya supaya nanti jika kita paham molekuler patogenesisnya, kita dapat menciptakan precision medicine untuk mengobati atau metode terapinya,” ujarnya. (rilis)*

Share this: