Pakar Unpad: Transformasi Pertanian Indonesia Harus Berbasis Teknologi

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Tualar Simarmata, M.S., menjadi pembicara pada Webinar Nasional “Diseminasi IPAT-BO Berbasis Digital untuk Meningkatkan Kapasitas Petani dan Produktivitas Padi di Indonesia”, Sabtu (6/8/2022).*

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Tualar Simarmata, M.S., mengatakan, untuk mewujudkan kedaulatan pangan di tahun 2045, Indonesia memerlukan akselerasi transformasi pertanian dari semula berbasis sumber daya alam ke berbasis inovasi.

“Salah satu kelemahan pertanian Indonesia adalah masih berbasis sumber daya alam, sehingga nilai tambah yang kita miliki itu diperoleh negara lain,” kata Prof. Tualar saat menjadi pembicara pada Webinar Nasional “Diseminasi IPAT-BO Berbasis Digital untuk Meningkatkan Kapasitas Petani dan Produktivitas Padi di Indonesia”, Sabtu (6/8/2022).

Webinar tersebut digelar sebagai implementasi KKN-PPM Integratif Unpad dengan Dosen Pendamping Lapangan Prof. Tualar Simamarta. Webinar yang diikuti lebih dari 500 peserta se-Indonesia ini juga menghadirkan pembicara Guru Besar Universitas Lampung Prof. Dr. Bustanul Arifin, M.Sc., dan Kepala Puslitbangtan dan Balitbangtan Kementerian Pertanian RI Priatna Sasmita.

Prof. Tualar mencontohkan, Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen kakao terbesar di dunia. Akan tetapi, produk cokelat terbaik dan terenak di dunia justru bukan dari Indonesia. Padahal, sebagai produsen kakao terbesar, Indonesia juga mampu bersaing menghasilkan produk cokelat terbaik.

Karena itu, transformasi berbasis inovasi dan teknologi diperlukan untuk mewujudkan mimpi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. “Permasalahannya bukan bisa atau tidak bisa, tetapi mau tidak kita bertransformasi berbasis teknologi dan inovasi,” imbuhnya.

Transformasi selanjutnya adalah regenerasi petani. Prof. Tualar mengatakan, saat ini petani Indonesia harus sudah berpola pikir digital. Petani generasi saat ini menurutnya sudah tidak lagi profesi yang bekerja keras di sawah, tetapi petani yang mampu memanfaatkan kemajuan terknologi informasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Prof. Tualar juga menyanggah bahwa Indonesia kekurangan inovasi dan teknologi di bidang pertanian. Menurutnya, banyak perguruan tinggi yang sudah menghasilkan inovasi dan teknologi di bidang pertanian. Hanya saja, inovasi ini belum banyak yang diaplikasikan di lapangan.

“Orang Indonesia itu penelitiannya hebat, tapi banyak yang belum bisa berpikir apakah teknologi itu akan menghasilkan benefit. Makanya hilirisasi teknologi di perguruan tinggi tidak banyak yang sampai ke petani,” jelasnya.

Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti tanah air untuk menciptakan teknologi pertanian yang berorientasi pada peningkatan profit.

Saat ini, lanjut Prof. Tualar, ada berbagai masalah yang melingkupi sektor pertanian Indonesia. Selain kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi, lahan-lahan pertanian di Indonesia makin banyak terkategori sakit, sehingga tidak subur. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk menyembuhkan lahan-lahan tersebut.

Pada Webinar tersebut, Prof. Tualar mengenalkan inovasi yang dihasilkannya dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Inovasi bertajuk Teknologi Inovasi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) ini diirancang sebagai teknologi hemat air, hemat pupuk anorganik, serta hemat benih. Teknologi ini menitikberatkan pada manajemen kekuatan biologis tanah, tata air, manajemen tanaman dan pemupukan berbasis organik secara terpadu.

Teknologi yang dikenalkan pertama kali sejak 2006 ini mampu meningkatkan produktivitas padi menjadi tiga kali lipat. Dari hasil kajian pada 2006-2007, metode intensifikasi padi berbasis aerob terkendali dengan berbagai varietas padi di beberapa lokasi di Jabar dan Jatim ini mampu menghasilkan padi sebesar 10 – 16 ton per hektar, atau naik rata-rata 50 -150 persen dibandingkan metode konvensional.

Prof. Tualar menjelaskan, metode tanam IPAT-BO memiliki dua metode. Pertama, menggunakan sistem tanam benih langsung dengan menggunakan rice seeder yang mampu menghasilkan padi sebesar 8 – 10 ton/hektar, serta menggunakan sistem pindah tanam (transplanting) yang mampu menghasilkan sebesar  8 – 12 ton/hektar.*

Share this: