Pakar Unpad: Jika Dikelola Baik, Konsep Desa Wisata Bisa Ditawarkan ke Mancanegara

desa wisata
Wisatawan menikmati wahana body rafting di obyek wisata alam Santirah yang berlokasi di Desa Wisata Selasari, Kabupaten Pangandaran. (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Dosen Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan Universitas Padjadjaran Dr. Awaludin Nugraha, M.Hum., mengatakan, pengembangan desa wisata di Indonesia menjadi sektor pariwisata potensial yang bisa ditawarkan ke mancanegara jika mampu dikelola dengan baik. Pasalnya, pengembangan pariwisata berbasis desa belum banyak dilakukan di banyak negara di dunia.

“Ini khasnya Indonesia, sesuatu baru yang bisa kita tawarkan ke internasional, apabila kita bisa mengelolanya dengan baik,” ungkap Awaludin saat menjadi pembicara pada webinar “Unpad Tourism Day 2022” yang digelar Prodi Magister Pariwisata Berkelanjutan Unpad, Selasa (27/9/2022).

Awaludin mengatakan, konsep desa wisata makin menguat pascapandemi Covid-19. Hal ini didasarkan keyakinan bahwa pengembangan desa wisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Hal ini juga ditunjang kebijakan pemerintah untuk mengembangkan desa wisata sebagai upaya mengakselerasi kesejahteraan masyarakat desa.

Di sisi lain, konsep desa wisata belum sepenuhnya dipahami oleh pelaku wisata. Salah satunya adalah mengabaikan sifat dari pariwisata tersebut dari sisi administratif. Menurut Awaludin, pariwisata tidak mengenal batas wilayah, sedangkan desa wisata sangat dibatasi oleh batas kewilayahan.

Suasana webinar “Unpad Tourism Day 2022” yang digelar Prodi Magister Pariwisata Berkelanjutan Unpad, Selasa (27/9/2022).*

Akibatnya, pengembangan desa wisata rawan berbenturan. Padahal, pengembangan desa wisata sangat mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Desa wisata seyogianya didorong memberikan distribusi yang adil, keuntungan adil, menciptakan kelayakan ekonomi, serta konsolidasi institusi sosial di desa.

Selain itu, lanjut Awaludin, masyarakat desa umumnya masih memaknai bahwa pariwisata masih sebatas ranah rekreasi. Awaludin menuturkan, masih banyak aspek di desa yang bisa dikembangkan menjadi pariwisata. Mulai dari wisata petualangan, ziarah, kuliner khas, hingga kepercayaan lokal dari desa tersebut.

“Di tempat lain ada medical tourism, bagaimana praktik dukun atau pengobatan herbal bisa disaksikan wisatawan. Ada pula wisata atraksi, teknik khas, ataupun nilai lokal yang belum tersentuh,” tambahnya.

Kepala Pusat Studi Pariwisata Unpad tersebut mengatakan, pengembangan desa wisata memerlukan kajian para akademisi serta dukungan pemerintah melalui regulasi yang kuat.

Akademisi didorong melakukan kajian bagaimana seharusnya pengembangan desa wisata. “Persoalan 80 ribu desa menjadi desa wisata itu benturannya pasti kuat. Ini harus menjadi kajian yang serius,” ujarnya.

Kajian dilakukan dengan mendengar langsung apa yang seharusnya dibutuhkan masyarakat desa. Selain itu, akademisi berperan dalam penguatan kapasitas sumber daya pariwisata, seperti peningkatan kapasitas bahasa asing, penguasaan kebudayaan asing, penguasaan teknologi infromasi dan legal, hingga pengetahuan mengenai bagaimana merawat fasilitas dan infrastruktur wisata yang tersedia.

Sementara dukungan pemerintah dapat dilakukan berupa mempersiapkan data potensi pariwisata, pemberian beasiswa pengembangan sumber daya kepariwisataan, membangun infrastruktur, hingga mendukung program pengabdian masyarakat yang dilakukan perguruan tinggi di desa.

Webinar tersebut menghadirkan sambutan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Arief Syaifudin, serta Dosen University Technology Malaysia Dr. Norhazliza Abd. Halim.*

Share this: