Peneliti Unpad Lakukan Pengembangan Vaksin dengan Platform Teknologi Terbaru

vaksin
Kiri ke Kanan: Ari Hardianto, Ph.D., Prof. Dr. Toto Subroto, M.S., dan Muhammad Yusuf, Ph.D., peneliti vaksin dari Pusat Riset Bioteknologi Molekuler dan Bioinformatika Universitas Padjadjaran. (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak negatif di sektor kesehatan dan ekonomi. Di sisi lain, pandemi Covid-19 menjadi momentum penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam riset pengembangan vaksin.

Hal tersebut dirasakan para peneliti vaksin Universitas Padjadjaran. Peneliti yang tergabung dalam Pusat Riset Bioteknologi Molekuler dan Bioinformatika merasakan betul bahwa pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga dalam penelitian vaksin di lingkungan Unpad. Ada tahap selangkah lebih maju dari riset yang selama ini sudah dilakukan.

Salah satu peneliti vaksin Unpad Muhammad Yusuf, Ph.D., menjelaskan, peneliti di Departemen Kimia Fakultas MIPA sudah lama mengembangkan riset di bidang biokimia kesehatan, salah satunya adalah vaksin. Bahkan saat pandemi Covid-19, tim Lab Biokimia dan Pusat Riset Bioteknologi sudah merancang vaksin Covid-19 sebelum Indonesia menetapkan status kedaruratan pandemi pada Maret 2020.

“Ketika ada pandemi, kami sebagai tim riset yang meneliti virus, terpanggil mencoba berpartisipasi,” tutur Yusuf.

Ari Hardianto, Ph.D., peneliti vaksin lainnya, mengatakan bahwa pengembangan riset awal mengenai vaksin Covid-19 dilakukan berdasarkan informasi genetik virus SARS-CoV-2 yang sudah dipublikasikan beberapa waktu setelah Covid-19 menyebar di Wuhan. Dari informasi itu, tim memanfaatkannya untuk mendesain vaksin.

Riset vaksin terus dilakukan. Tim yang terdiri lebih dari dua puluh orang ini pun memperluas kolaborasi, salah satunya dengan mitra industri strategis PT. Bio Farma, serta keikusertaan dalam program pengembangan Vaksin Merah Putih oleh Kemenristek/BRIN di tahun 2021.

Yusuf memaparkan, kendati riset pengembangan vaksin sudah sering dilakukan peneliti Unpad, upaya tersebut masih terbatas pada skala laboratorium. Saat wabah Covid-19 melanda yang mendorong dunia bergerak menghasilkan vaksin, riset vaksin di Unpad kemudian mengalami akselerasi, dari yang hanya berskala lab kemudian melangkah ke skala pengujian imunogenisitas dan praklinis pada hewan mamalia kecil.

“Setelah terkarakterisasi, kemudian kandidat vaksin rekombinan diujicobakan pada hewan dan dilihat apakah sudah bisa menghasilkan respons antibodi yang spesifik pada SARS-CoV-2 atau tidak. Vaksin rekombinan yang Unpad dan Bio Farma kembangkan sudah sampai ke tahap tersebut,” ujarnya.

Dengan kata lain, pandemi Covid-19 telah meningkatkan kapasitas/keterampilan peneliti Unpad di bidang pengembangan vaksin.

Empat Teknologi

Dosen Departemen Kimia Fakultas MIPA Unpad tersebut menjabarkan, dari riset yang sudah dilakukan, tim berhasil mengembangkan vaksin berdasarkan empat platform teknologi, yaitu: protein rekombinan, peptida, mRNA, dan vaksin pasif berbasis immunoglobulin yolk (IgY). Empat teknologi tersebut dikembangkan secara paralel oleh tim peneliti.

Empat teknologi tersebut merupakan teknologi modern dalam pengembangan vaksin. Guru Besar FMIPA Unpad yang juga Ketua Pusris Bioteknologi Molekuler dan Bioinformatika Prof. Dr. Toto Subroto, M.S., menjelaskan, empat teknologi ini sangat visibel dikembangkan di Indonesia. Untuk mencapai hilir, teknologi ini perlu dibarengi regulasi, uji keamanan, dan kesiapan industri dalam memproduksi vaksin jenis ini.

Pada teknologi rekombinan, Unpad telah menjalin kerja sama riset dengan PT Bio Farma yang sudah memiliki pengalaman dalam memproduksi vaksin rekombinan. Sementara pada teknologi peptida, Unpad dinilai menjadi perguruan tinggi terdepan dalam melakukan sintesis peptida di Laboratorium Sentral oleh Rani Maharani, Ph.D.

Teknologi IgY juga dinilai lebih sederhana karena mengambil antibodi dari kuning telur ayam. Melalui teknologi ini, orang akan mendapatkan antibodi tanpa perlu terinfeksi. Untuk menghasilkan antibodi IgY, peneliti membuat antigen dari virus yang kemudian diimunisasikan ke tubuh ayam, bekerja sama dengan mitra industri PT Tekad Mandiri Citra. Nantinya, tubuh ayam akan menghasilkan antibodi IgY tersebut.

Kendati sudah terbukti aman pada hewan mamalia kecil, teknologi ini masih memiliki berbagai tantangan yang belum diselesaikan karena terbatasnya fasilitas riset, diantaranya uji netralisasi virus dan uji tantang pada hewan macaca. Padahal di Taiwan, antibody IgY terbukti dapat menetralisir virus SARS-CoV-2 secara in vitro dan in vivo. Bahkan di Thailand, produk alat kesehatan berbahan antibodi sudah dibuat dalam bentuk spray nasal untuk melindungi orang terinfeksi Covid-19.

“Terlepas dari itu, meskipun secara hasil belum dapat mentranslasi riset menjadi produk hilirnya, namun dari segi proses, ini pertama kalinya Unpad bisa berjalan panjang sehingga jadi bekal kita ke depan dalam mengembangkan vaksin. Mudah-mudahan ini jadi upaya meningkatkan capacity building dalam pengembangan vaksin di Unpad,” papar Yusuf.

Diapresiasi Luar

Riset pengembangan vaksin yang dilakukan Unpad mendapat apresiasi dari berbagai pihak, salah satunya Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Pada September 2022 lalu, Unpad dipercaya untuk menerima lima peserta magang dari negara anggota OKI untuk belajar mengenai teknologi perancangan vaksin dengan bioinformatika.

Menurut Prof. Toto, kepercayaan ini sekaligus menjadi tantangan bagi Unpad untuk terus mengembangkan riset mengenai vaksin. “Kalau kita ajarkan teknologi yang lama, mereka tidak akan tertarik. Kita akan lebih percaya diri menjelaskan yang baru, dimana kita punya pengalaman di situ. Mereka perlu pengetahuan itu,” ujarnya.

Yusuf melanjutkan, kepercayaan ini diharapkan ada keberlanjutan. Artinya akan ada peneliti negara OKI lain yang dikirim untuk belajar ke Unpad. Hal ini sekaligus menjadi makna bahwa negara-negara Islam di dunia menaruh harapan besar kepada Indonesia untuk menjadi yang terdepan dalam bidang bioteknologi, khususnya kesehatan.

Dalam mewujudkan upaya tersebut, tentunya tidak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi diperlukan dalam mendukung penguatan teknologi vaksin di tingkat nasional. Gara-gara pandemi, Indonesia berbenah. Ke depan, BRIN akan punya fasilitas uji praklinis yang dapat digunakan bersama oleh seluruh peneliti vaksin di Indonesia.

“Selain Covid-19, masih banyak masalah kesehatan di Indonesia yang perlu ditangani melalui pengembangan vaksin, seperti demam berdarah dengue dan yang lainnya,” pungkas Yusuf.*

Share this: