Laporan oleh Shofwa Aulia
[Kanal Media Unpad] Guru Besar Kimia Bahan Alam Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Rani Maharani, M.Si., PhD, menjelaskan, obat berbasis peptida memiliki potensi dan selektivitas yang lebih tinggi serta biaya produksi yang rendah dibandingkan obat-obatan biofarmasetikal.
Obat berbasis peptida juga dianggap lebih menguntungkan secara ukuran karena memiliki keamanan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan molekul kecil, seperti aspirin dan ibuprofen.
“Jika peptida didegradasi, maka ia hanya akan menghasilkan asam amino yang tidak berbahaya bagi tubuh,” kata Prof. Rani dalam Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) “Kimia Peptida dalam Pengembangan dan Penemuan Obat” yang diselenggarakan Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (25/2/2023).
Peptida merupakan polimer dengan struktur yang lebih sederhana daripada protein. Hal ini berkaitan dengan jumlah monomer asam amino yang membangunnya.
Prof. Rani mengatakan, selektivitas yang tinggi dari obat berbasis peptida disebabkan oleh senyawa-senyawa peptida yang sangat aktif terhadap reseptornya.
Sayangnya, saat ini obat berbasis peptida masih menemui kelemahan karena umurnya yang pendek dan stabilitasnya yang rendah sehingga tidak dapat diberikan secara oral.
Untuk itu, optimasi peptida dalam pengembangan obat hingga saat ini masih terus dilakukan. Prof. Rani menjelaskan mengenai beberapa upaya yang dapat dilakukan di antaranya dengan memodifikasi gugus fungsi dan merekayasa interaksi yang terjadi di dalam senyawa peptida tersebut.
“Strategi ini bisa memberikan struktur peptida dengan stabilitas yang cukup baik dan lebih tahan terhadap degradasi protease,” terangnya.
Insulin sebagai obat berbasis peptida pertama yang ditemukan pada tahun 1921 telah menjadi temuan yang monumental. Sejak saat itu, perkembangan peptida sebagai agen terapetik menjadi perhatian bagi para peneliti. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Rani mengenai sintesis obat berbasis peptida dari senyawa alami seperti bakteri, tumbuhan, organisme berbisa, dan amfibi.
“Memang pada dasarnya alam itu adalah sumber dari senyawa-senyawa bioaktif tersebut,” tegasnya.
Hingga kini, peptida telah menjadi kelas agen terapetik yang unik karena karakteristik biokimia dan potensi terapetiknya yang berbeda.
Obat berbasis peptida yang ada saat ini di antaranya adalah LUPRON™ yang digunakan sebagai obat kanker dan LANTUS™ sebagai obat diabetes. (art)*