Pakar Unpad: Deteksi Dini Talasemia untuk Pasangan Pranikah Perlu Dilakukan

pakar unpad
Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Prof. Ani Melani Maskoen menjadi pembicara Ani dalam Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) “Thalassemia: Penyakit Genetik yang Bisa Dicegah” yang diselenggarakan Dewan Profesor Unpad secara daring Sabtu (18/2/2023).*

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Prof. Ani Melani Maskoen mengatakan, untuk mengatasi permasalahan talasemia di Indonesia, perlu adanya pemahaman masyarakat mengenai penyakit tersebut. Untuk itu, edukasi perlu gencar dilakukan.

“Mungkin masyarakat juga belum mengenal apa itu talasemia dan memang harus lebih gencar menginformasikan tentang penyakit ini dan pewarisannya,” kata Prof. Ani dalam Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) “Thalassemia: Penyakit Genetik yang Bisa Dicegah” yang diselenggarakan Dewan Profesor Unpad  secara daring, Sabtu (18/2/2023).

Prof. Ani juga menekankan pentingnya pencegahan dan deteksi dini talasemia. Ia menilai penting adanya skrining bagi calon pasangan suami istri untuk mengetahui kemungkinan adanya gen pembawa talasemia atau kemungkinan akan lahirnya anak dengan penyakit kelainan sel darah merah tersebut.

Selain itu, diperlukan juga adanya konseling genetik pada pasangan pranikah dari populasi berpotensi tinggi.

Diagnosis prenatal pun perlu dilakukan pada pasangan berisiko tinggi. Pasangan berisiko tinggi yaitu mereka yang terjaring pada pemeriksaan premarital dan pasangan yang sudah memiliki anak talasemia. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-11 minggu dengan pemeriksaan molekuler.

“Jadi hanya pemeriksaan molekuler yang bisa memeriksa prenatal tersebut,” kata Prof. Ani.

Prof. Ani mengatakan bahwa talasemia merupakan masalah dunia, termasuk di Indonesia. Hingga saat ini penyakit tersebut belum dapat disembuhkan dan dapat menimbulkan masalah mediko-psiko-sosial yang tinggi.

“Dengan tata laksana yang baik, usia harapan hidup dapat lebih tinggi,” kata Prof. Ani.

Talasemia berat biasanya gejalanya dapat dikenali saat bayi, di antaranya lemas dan kondisi kesehatan yang menurun. Sementara pembawa sifat biasanya menunjukkan gejala ringan atau tidak menunjukkan gejala sama sekali.

“Ini bisa diketahui bahwa dia pembawa hanya melalui skrining di laboratorium,” jelasnya.

Prof. Ani pun menyebutkan pentingnya kolaborasi antar disiplin ilmu untuk mengatasi permasalahan talasemia. (arm)*

Share this: