Teknologi AI dalam Industri Pers, Akankah Menggantikan Peran Pekerja Media?

pakar unpad
Tiga presenter AI yang dikembangkan stasiun televisi tvOne. (Foto: pilar.id)*

[Kanal Media Unpad] Baru-baru ini stasiun televisi tvOne mengenalkan tiga presenter yang diciptakan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artifiicial intelligence (AI). Terobosan ini diperkirakan akan menjadi tren baru dalam industri pers Indonesia dalam menghadapi era teknologi digital.

Dosen Program Studi Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran yang juga peneliti jurnalisme digital Dandi Supriadi, M.A. (SUT), PhD, mengatakan, penggunaan presenter AI merupakan impian yang sudah digaungkan sejak lama, yakni bagaimana pekerjaan manusia dapat digantikan secara visual oleh teknologi.

“Kemunculan presenter TV AI sebenarnya tinggal menunggu waktu, pasti akan terjadi. Namun, pertanyaannya, perlu tidak kita memiliki teknologi yang menggantikan manusia sebagai presenter TV,” kata Dandi.

Dandi Supriadi, M.A.(SUT), PhD. (Foto: Arif Maulana)*

Mengutip pernyataan Everett Rogers bahwa teknologi dibuat untuk mengurangi beragam ketidakpastian, hadirnya presenter AI salah satunya digunakan untuk mengurangi beragam kesalahan yang dilakukan manusia saat membawa acara. 

Kendati demikian, Dandi menegaskan, teknologi tetap sebagai alat untuk mengurangi ketidakpastian. Pemegang kepastiannya tetap ada di tangan manusia.

“Bisa saja teknologi lakukan semuanya, tapi kalau tidak di bawah pengawasan manusia untuk mengontrol alur informasi tersebut, teknologi AI akan mengembangkan logikanya sendiri yang mungkin tidak kontekstual dengan kepentingan manusia,” jelasnya.

Lebih lanjut Dandi yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad tersebut mengatakan, beberapa media luar, seperti BBC dan CNN, pernah memanfaatkan teknologi AI untuk menyiarkan berita secara langsung. 

Namun, penggunaan AI tersebut tidak berarti dibiarkan sendiri. Ada tim manusia yang bekerja menyuplai informasi dan mengatur arus informasi sehingga konten berita yang disajikan tetap sesuai dengan konteks di lapangan.

Saat ini, algortima sudah memungkinkan AI bekerja membuat kesimpulan sendiri berdasarkan data-data yang ada. Salah satu contohnya adalah penjelasan yang dibuat oleh aplikasi ChatGPT yang berbasis AI. Namun, jika dibiarkan, AI akan berkembang menjadi logika mesin yang tidak sesuai dengan konteks logika manusia.

Karena itu, Dandi mengatakan bahwa penggunaan presenter AI harus disesuaikan dengan keperluannya. “Kalau sekadar alternatif sebagai hiburan visual itu bisa. Akan tetapi menurut saya, sampai kapan pun jangan sampai hal-hal tersebut betul-betul mengurangi peran manusia di dalamnya,” tegasnya.

Kontrol manusia dalam proses pemberitaan oleh AI sangat diperlukan. Ada risiko mengintai apabila membiarkan AI bekerja sendirian. “Bahaya kalau AI bekerja sendirian. Dia bisa menyampaikan sesuatu yang secara logika benar, tetapi secara konteks manusia salah,” imbuhnya.

Perkuat Proses Bisnis

Dandi menyebut bahwa penggunaan presenter AI oleh tvONe merupakan strategi untuk menggaet konsumen generasi Z. Ini disebabkan, pengguna teknologi digital saat ini lebih banyak di kalangan kaum milenial ke bawah. Generasi Z menurutnya masuk ke dalam digital native. Berbeda dengan sebelum generasi milenial yang masuk ke dalam digital migrant.

Jika hal ini menjadi tujuan, penggunaan presenter AI merupakan terobosan yang tepat sasaran untuk melebarkan engagement audiens yang lebih muda. Selain itu, terobosan ini juga menjadi inovasi positif dalam meningkatkan proses bisnis perusahaan. 

“Saya pikir ini juga show off dalam konteks positif bahwa media tersebut siap bergabung dalam inovasi teknologi terbaru,” ungkapnya.

Peran Norma dan Etika

Aktivitas jurnalistik tidak sekadar mencari informasi untuk disampaikan dalam bentuk konten berita. Kerja jurnalistik mengandung tanggung jawab besar secara moral dan etika. Hal ini yang tidak dimiliki oleh teknologi AI.

Dandi mengatakan, nilai dan moral dalam jurnalistik tidak bisa terpetakan dalam bentuk verbal, sehingga akan sulit jika hal ini dimasukkan menjadi panduan dalam mesin proses AI. “Norma dan moral dalam jurnalistik bukan hanya sekadar larangan dan izin yang diperbolehkan, tetapi tetap dibutuhkan penilaian, mana yang dianggap bisa masuk dan tidak masuk dalam berita,” ujarnya.

Karena itu, peran teknologi AI dalam media massa tetap harus dikontrol oleh manusia. Dandi mendorong agar industri media massa mencermati AI sebagai terobosan teknologi yang tetap harus mendapatkan pengawasan dan kontrol manusia.

“Teknologi dibuat untuk mengurangi ketidakpastian pekerjaan yang dilakukan manusia. Akan tetapi teknologi hanyalah alat. Jangan sampai manusia mengandalkan alat untuk menggantikan kemanusiaannya. Secanggih apa pun teknologi, banyak hal-hal yang hanya bisa dinilai oleh hati nurani manusia,” pungkasnya.*

Share this: